Postingan panjang..
Ini mungkin tulisan panjang terakhir untuk waktu yang lama. Abis ini, Ambu mau ke Cirebon, mau ke Majalengka, abis itu mau ngambil HPHBP dan untuk waktu yang lama nggak akan online dulu –aduh, pengen cepet-cepet ngambil HPHBP, hehe—
*****
Hanako memandang Hidé dari tandu tempatnya terbaring. Dia sangat bangga pada suaminya itu. Dalam setiap krisis, dia menjadi semakin dewasa, semakin berani, dan semakin terfokus. Bahkan, postur tubuhnya saat menunggang kuda sudah berubah. Dia benar-benar menjadi samurai sejati seperti yang dia tahu sejak dahulu. Yang kurang hanyalah dia tidak memiliki istri yang pantas untuk kedudukannya sekarang.
Hanako berkata, ”Aku membebaskanmu dari perkawinan kita,” dan memalingkan kepalanya. Tak ada air mata di matanya, dan dia mengontrol napasnya sehingga tidak terlihat dia sedang sedih.
Hidé berkata kepada Taro yang berkuda di sampingnya, ”Dia mengigau.”
Hanako berkata lagi, ”Aku tak lagi pantas menjadi istrimu.”
Taro berkata kepada Hidé, ”Ya, pasti mengigau. Bahkan prajurit terhebat pun kalau menderita luka parah kadang mengigau tak tentu arah setelahnya. Kurasa penyebabnya adalah kehilangan banyak darah dan terguncang.”
Hanako berkata, ”Kau butuh teman hidup yang tidak cacat, yang dapat berjalan di belakangmu tanpa membawa malu dan hinaan.”
Hidé dan Taro terus mengabaikannya. Hidé berkata, ”Kaulihat bagaimana dia melemparkan tubuhnya di depan tebasan pedang?”
”Hebat,” kata Taro. ”Aku biasanya hanya melihat aksi itu di drama kabuki, tak pernah di dunia nyata.”
”Setiap kali aku melihat lengan bajunya yang kosong,” kata Hidé, ”aku akan mengingat dengan penuh rasa terima kasih atas pengorbanan yang dia lakukan untuk menyelamatkan nyawaku.”
”Aku tak bisa memegang nampan,” kata Hanako, ”aku juga tak bisa lagi memegang teko teh dan botol sake dengan pantas. Siapa yang tahan dilayani orang cacat yang hanya punya satu tangan?”
”Untungnya dia masih punya tangan pedangnya,” kata Taro. ”Siapa tahu suatu saat kamu membutuhkannya lagi di sampingmu?”
”Benar,” kata Hide. ”Dan satu tangan lebih dari cukup untuk menggendong bayi ke susunya, atau memegang tangan anak saat dia belajar berjalan.”
Hanako tak dapat menahan dirinya lagi. Dia gemetar oleh emosi. Air mata cinta dan terima kasih mengalir daras dari matanya. Dia ingin berterima kasih kepada Hidé atas ketabahannya, tetapi kata-katanya tertelan sedu sedan.
Taro permisi dengan membungkuk dan memacu kudanya ke barisan belakang. Di sana, di antara mantan pengikut Mukai, dia juga menangis tanpa malu.
Untuk pertama kalinya, mata Hidé tetap kering. Dengan kontrol diri ketat yang dia pejalari dalam pertempuran, dia tak membiarkan setetes pun air matanya jatuh, dan tak ada sedan yang menggetarkan tubuhnya. Kesedihannya atas luka Hanako tak perlu dipertanyakan lagi, tetapi itu tak sebanding dengan rasa hormat yang dia rasakan terhadap keberanian istrinya yang menyerupai seorang samurai dan cintanya yang semakin tumbuh besar.
Kejamnya perang dan kegembiraan cinta. Keduanya sesungguhnya adalah satu.
Hidé duduk tegak di pelananya dan berkuda dengan penuh keyakinan menuju Edo.
[Samurai 1: Kastel Awan Burung Gereja, hal. 732-734]
Aku nangis saat baca bagian ini. Sungguh, buku ini memang bagus banget. Aku belum baca bagian 2-nya, tapi aku nggak tahu apa akan ada bagian yang mengharukan seperti ini.
Dari dulu aku biasanya nggak gitu terpaku pada kisah yang dijalani tokoh utama. Aku biasanya suka mencermati kisah yang dijalani tokoh sampingan. Biasanya aku suka membayangkan kisah selanjutnya, karena biasanya tokoh-tokoh minor itu hanya dikisahkan selintas.
Pada Samurai 1 ini juga demikian. Genji, tidak menarik perhatianku. Malah semakin lama aku jadi sebel sama dia. Kenapa sikapnya begitu, setelah tahu bahwa Heiko itu keturunan eta? Kenapa dia orang Jepang asli yang dengan sukarela, nggak kenapa-kenapa, mau membuatkan kapel agama Kristen di istananya? Sebel banget. Aku suka membaca tentang Jepang, terutama bagian tradisi, tapi membaca bagian Genji yang condong ke Amerika/Kristen, kesel banget. Apa gara-gara pengarangnya, Takashi Matsuoka tinggal di Hawaii?
Tapi membaca kisah cintanya Hidé dan Hanako, suka banget. Kisahnya nggak kaya cinta-cintaan anak muda sekarang, justru penuh dengan simbolisme, tapi kita tahu bahwa dalam hati mereka masing-masing penuh dengan cinta. Aku nangis banget pas bagian di atas...
*****
Ada yang pernah baca Media Indonesia, tgl 13 Juli 2005?
Ada surat pembaca, begini bunyinya:
Mohon Bantuan HP Bekas
Saya mempunyai seorang anak gadis remaja yang menginginkan HP Tapi saya yang hanya buruh tani di desa terpencil, tidak mampu membelinya. Jangankan beli HP, beli beras sekilogram saja susah. Saya bingung, ia stres, menjadi pemurung, dan sempat mogok makan beberapa hari dengan pembicaraan cuma soal HP.
Pembaca budiman, saya mohon bantuan, mungkin Anda memiliki HP bekas dan tidak terpakai lagi. Walaupun sudah jelek dan model lama, tidak masalah, yang penting masih dapat dipakai. Kalau ada yang berkenan, barang itu agar dikirim ke alamat anak saya, L Nugraha di Tromolpos 105/IH-TSM, Jawa Barat 46151. Terima kasih.
RM Soeseno
Jawa Barat
Ini kemungkinan:
1. Pedagang HP bekas, yang ingin HP-HP bekas dengan gratis. Kok buruh tani bisa punya Tromolpos?
2. Emang buruhtani yang anaknya pengen HP. Nah, yang ini bener-bener keterlaluan. Pengen HP, emangnya dia nggak ngeliat keadaan keluarganya yang beli beras aja susah? Trus, apa ada sinyal di desanya? Trus, apa dia nyadar bahwa dengan adanya HP, berarti dia minimal mesti ngeluarin 50.000 buat pulsa? Apa mesti disumbang lagi tiap bulannya? Enak aja..
Memang trend HP ini bener-bener merajalela. Ke pelosok-pelosok. Sampai pembantuku dulu, gaji pertamanya dia beliin HP. Trus dia kerjaannya nelepon dan SMS terus, baru dua hari udah abis pulsa. Baru kerasa seperti apa punya HP itu. Ambu aja jarang dipake, kadang sampai habis tanggal pakainya baru sadar, lho nggak bisa dipakai? Padahal pulsanya masih banyak? Setelah dilihat tanggal kedaluarsanya baru nyadar...
*****
Ada tulisan bagus di Pikiran Rakyat: ”Geser Wilayah Jawa ke GMT +8: Bangun Lebih Pagi Sekaligus Menghemat BBM”. Tulisan selengkapnya bisa dibaca di sini.
Tapi ada yang nggak beres. Yaitu, anak sekolah oleh penulisnya disuruh sekolah mulai jam 09.00 pagi.
Ya, itu buat sekolah yang ruangannya memadai dan pasti uangnya juga ’bagus’. Kebanyakan sekolah membagi dua shift, sekolah pagi dan siang. Nah, kalau seperti usul penulis di atas, mau bagaimana? Memang sekolah jam 09.00-15.00 seperti di luar negeri bagus. Tapi itu berarti sekolahnya hanya satu shift... Kalau yang dua shift, seperti sekolah anakku saja, masuk jam 07.00-12.00 atau jam 12.00-17.00. Gantian sebulan sekali dengan SD 2.
Kalau seperti yang penulis itu usulkan, digeser ke jam WITA, berarti jam 07.00 itu sama dengan 06.00 Berarti lebih pagi dari biasanya. Dan itu jam masuknya, kalau jam dijemputnya berarti jam 06.00 WITA (05.00 WIB). Berarti jam bangunnya jam 05.00 WITA (04.00 WIB). Buset..!
*****
Itu halaman olahraga di harian Pikiran Rakyat banyak banget sih. Udah tiap hari 2 halaman, trus hari Rabu ada suplemen 8 halaman.
Sedangkan suplemen remaja (Belia), anak-anak (Pe-er Kecil), atau wanita (Hikmah), cuma 4 halaman seminggu, mau ditambah aja susah...
*****
Kalau ada korban kejahatan cewek, biasanya ditulis ”wanita beranak dua..” atau ”ibu dua anak ini..”. Tapi nggak pernah ditulis ”ayah dua anak..” atau ”lelaki beranak dua..” biasanya kalau laki-laki dicuekin aja, mau punya anak berapa juga. Biasanya kalau kabar kematian yang ’terhormat’, tokoh tertentu, baru ditulis, ”dia meninggalkan seorang istri dan dua anak..”
Hehe, kasian ya, laki-laki tidak dihitung jumlah keturunannya...
*****
Sering ada obat nyamuk beriklan ”dengan wangi yang lebih menyenangkan”. Lha, apa orang sadar bahwa ’bau yang lebih menyenangkan’ itu justru mendorong kita untuk menghirup aroma itu lebih dalam, dan menghirup zat-zat berbahaya itu dalam-dalam ke dalam paru-paru kita.
Seharusnya obat nyamuk diberi bau yang memuakkan dan tidak ada yang ingin menghirupnya, sehingga orang dengan sadar menyemprotkan obat nyamuk ke dalam ruangan (misalnya kamar tidur) paling tidak 2 jam sebelum tidur, menutup ruangan itu rapat-rapat sesudah menyemprot (atau membakar/menyetel ke listrik obat nyamuk itu). Dan tidak ada yang masuk sesudahnya...
*****
Ini Chinese Zodiac. Berikut lambangnya untuk kelima keluargaku, termasuk Ambu...
Abah Ular Kayu
Ambu Ayam Jantan Bumi
Devina Anjing Kayu
Diva Macan Bumi
Daffa Naga Logam
Biasanya Naga Logam diidentikkan dengan Naga Emas...
*****
Hanako memandang Hidé dari tandu tempatnya terbaring. Dia sangat bangga pada suaminya itu. Dalam setiap krisis, dia menjadi semakin dewasa, semakin berani, dan semakin terfokus. Bahkan, postur tubuhnya saat menunggang kuda sudah berubah. Dia benar-benar menjadi samurai sejati seperti yang dia tahu sejak dahulu. Yang kurang hanyalah dia tidak memiliki istri yang pantas untuk kedudukannya sekarang.
Hanako berkata, ”Aku membebaskanmu dari perkawinan kita,” dan memalingkan kepalanya. Tak ada air mata di matanya, dan dia mengontrol napasnya sehingga tidak terlihat dia sedang sedih.
Hidé berkata kepada Taro yang berkuda di sampingnya, ”Dia mengigau.”
Hanako berkata lagi, ”Aku tak lagi pantas menjadi istrimu.”
Taro berkata kepada Hidé, ”Ya, pasti mengigau. Bahkan prajurit terhebat pun kalau menderita luka parah kadang mengigau tak tentu arah setelahnya. Kurasa penyebabnya adalah kehilangan banyak darah dan terguncang.”
Hanako berkata, ”Kau butuh teman hidup yang tidak cacat, yang dapat berjalan di belakangmu tanpa membawa malu dan hinaan.”
Hidé dan Taro terus mengabaikannya. Hidé berkata, ”Kaulihat bagaimana dia melemparkan tubuhnya di depan tebasan pedang?”
”Hebat,” kata Taro. ”Aku biasanya hanya melihat aksi itu di drama kabuki, tak pernah di dunia nyata.”
”Setiap kali aku melihat lengan bajunya yang kosong,” kata Hidé, ”aku akan mengingat dengan penuh rasa terima kasih atas pengorbanan yang dia lakukan untuk menyelamatkan nyawaku.”
”Aku tak bisa memegang nampan,” kata Hanako, ”aku juga tak bisa lagi memegang teko teh dan botol sake dengan pantas. Siapa yang tahan dilayani orang cacat yang hanya punya satu tangan?”
”Untungnya dia masih punya tangan pedangnya,” kata Taro. ”Siapa tahu suatu saat kamu membutuhkannya lagi di sampingmu?”
”Benar,” kata Hide. ”Dan satu tangan lebih dari cukup untuk menggendong bayi ke susunya, atau memegang tangan anak saat dia belajar berjalan.”
Hanako tak dapat menahan dirinya lagi. Dia gemetar oleh emosi. Air mata cinta dan terima kasih mengalir daras dari matanya. Dia ingin berterima kasih kepada Hidé atas ketabahannya, tetapi kata-katanya tertelan sedu sedan.
Taro permisi dengan membungkuk dan memacu kudanya ke barisan belakang. Di sana, di antara mantan pengikut Mukai, dia juga menangis tanpa malu.
Untuk pertama kalinya, mata Hidé tetap kering. Dengan kontrol diri ketat yang dia pejalari dalam pertempuran, dia tak membiarkan setetes pun air matanya jatuh, dan tak ada sedan yang menggetarkan tubuhnya. Kesedihannya atas luka Hanako tak perlu dipertanyakan lagi, tetapi itu tak sebanding dengan rasa hormat yang dia rasakan terhadap keberanian istrinya yang menyerupai seorang samurai dan cintanya yang semakin tumbuh besar.
Kejamnya perang dan kegembiraan cinta. Keduanya sesungguhnya adalah satu.
Hidé duduk tegak di pelananya dan berkuda dengan penuh keyakinan menuju Edo.
[Samurai 1: Kastel Awan Burung Gereja, hal. 732-734]
Aku nangis saat baca bagian ini. Sungguh, buku ini memang bagus banget. Aku belum baca bagian 2-nya, tapi aku nggak tahu apa akan ada bagian yang mengharukan seperti ini.
Dari dulu aku biasanya nggak gitu terpaku pada kisah yang dijalani tokoh utama. Aku biasanya suka mencermati kisah yang dijalani tokoh sampingan. Biasanya aku suka membayangkan kisah selanjutnya, karena biasanya tokoh-tokoh minor itu hanya dikisahkan selintas.
Pada Samurai 1 ini juga demikian. Genji, tidak menarik perhatianku. Malah semakin lama aku jadi sebel sama dia. Kenapa sikapnya begitu, setelah tahu bahwa Heiko itu keturunan eta? Kenapa dia orang Jepang asli yang dengan sukarela, nggak kenapa-kenapa, mau membuatkan kapel agama Kristen di istananya? Sebel banget. Aku suka membaca tentang Jepang, terutama bagian tradisi, tapi membaca bagian Genji yang condong ke Amerika/Kristen, kesel banget. Apa gara-gara pengarangnya, Takashi Matsuoka tinggal di Hawaii?
Tapi membaca kisah cintanya Hidé dan Hanako, suka banget. Kisahnya nggak kaya cinta-cintaan anak muda sekarang, justru penuh dengan simbolisme, tapi kita tahu bahwa dalam hati mereka masing-masing penuh dengan cinta. Aku nangis banget pas bagian di atas...
*****
Ada yang pernah baca Media Indonesia, tgl 13 Juli 2005?
Ada surat pembaca, begini bunyinya:
Mohon Bantuan HP Bekas
Saya mempunyai seorang anak gadis remaja yang menginginkan HP Tapi saya yang hanya buruh tani di desa terpencil, tidak mampu membelinya. Jangankan beli HP, beli beras sekilogram saja susah. Saya bingung, ia stres, menjadi pemurung, dan sempat mogok makan beberapa hari dengan pembicaraan cuma soal HP.
Pembaca budiman, saya mohon bantuan, mungkin Anda memiliki HP bekas dan tidak terpakai lagi. Walaupun sudah jelek dan model lama, tidak masalah, yang penting masih dapat dipakai. Kalau ada yang berkenan, barang itu agar dikirim ke alamat anak saya, L Nugraha di Tromolpos 105/IH-TSM, Jawa Barat 46151. Terima kasih.
RM Soeseno
Jawa Barat
Ini kemungkinan:
1. Pedagang HP bekas, yang ingin HP-HP bekas dengan gratis. Kok buruh tani bisa punya Tromolpos?
2. Emang buruhtani yang anaknya pengen HP. Nah, yang ini bener-bener keterlaluan. Pengen HP, emangnya dia nggak ngeliat keadaan keluarganya yang beli beras aja susah? Trus, apa ada sinyal di desanya? Trus, apa dia nyadar bahwa dengan adanya HP, berarti dia minimal mesti ngeluarin 50.000 buat pulsa? Apa mesti disumbang lagi tiap bulannya? Enak aja..
Memang trend HP ini bener-bener merajalela. Ke pelosok-pelosok. Sampai pembantuku dulu, gaji pertamanya dia beliin HP. Trus dia kerjaannya nelepon dan SMS terus, baru dua hari udah abis pulsa. Baru kerasa seperti apa punya HP itu. Ambu aja jarang dipake, kadang sampai habis tanggal pakainya baru sadar, lho nggak bisa dipakai? Padahal pulsanya masih banyak? Setelah dilihat tanggal kedaluarsanya baru nyadar...
*****
Ada tulisan bagus di Pikiran Rakyat: ”Geser Wilayah Jawa ke GMT +8: Bangun Lebih Pagi Sekaligus Menghemat BBM”. Tulisan selengkapnya bisa dibaca di sini.
Tapi ada yang nggak beres. Yaitu, anak sekolah oleh penulisnya disuruh sekolah mulai jam 09.00 pagi.
Ya, itu buat sekolah yang ruangannya memadai dan pasti uangnya juga ’bagus’. Kebanyakan sekolah membagi dua shift, sekolah pagi dan siang. Nah, kalau seperti usul penulis di atas, mau bagaimana? Memang sekolah jam 09.00-15.00 seperti di luar negeri bagus. Tapi itu berarti sekolahnya hanya satu shift... Kalau yang dua shift, seperti sekolah anakku saja, masuk jam 07.00-12.00 atau jam 12.00-17.00. Gantian sebulan sekali dengan SD 2.
Kalau seperti yang penulis itu usulkan, digeser ke jam WITA, berarti jam 07.00 itu sama dengan 06.00 Berarti lebih pagi dari biasanya. Dan itu jam masuknya, kalau jam dijemputnya berarti jam 06.00 WITA (05.00 WIB). Berarti jam bangunnya jam 05.00 WITA (04.00 WIB). Buset..!
*****
Itu halaman olahraga di harian Pikiran Rakyat banyak banget sih. Udah tiap hari 2 halaman, trus hari Rabu ada suplemen 8 halaman.
Sedangkan suplemen remaja (Belia), anak-anak (Pe-er Kecil), atau wanita (Hikmah), cuma 4 halaman seminggu, mau ditambah aja susah...
*****
Kalau ada korban kejahatan cewek, biasanya ditulis ”wanita beranak dua..” atau ”ibu dua anak ini..”. Tapi nggak pernah ditulis ”ayah dua anak..” atau ”lelaki beranak dua..” biasanya kalau laki-laki dicuekin aja, mau punya anak berapa juga. Biasanya kalau kabar kematian yang ’terhormat’, tokoh tertentu, baru ditulis, ”dia meninggalkan seorang istri dan dua anak..”
Hehe, kasian ya, laki-laki tidak dihitung jumlah keturunannya...
*****
Sering ada obat nyamuk beriklan ”dengan wangi yang lebih menyenangkan”. Lha, apa orang sadar bahwa ’bau yang lebih menyenangkan’ itu justru mendorong kita untuk menghirup aroma itu lebih dalam, dan menghirup zat-zat berbahaya itu dalam-dalam ke dalam paru-paru kita.
Seharusnya obat nyamuk diberi bau yang memuakkan dan tidak ada yang ingin menghirupnya, sehingga orang dengan sadar menyemprotkan obat nyamuk ke dalam ruangan (misalnya kamar tidur) paling tidak 2 jam sebelum tidur, menutup ruangan itu rapat-rapat sesudah menyemprot (atau membakar/menyetel ke listrik obat nyamuk itu). Dan tidak ada yang masuk sesudahnya...
*****
Ini Chinese Zodiac. Berikut lambangnya untuk kelima keluargaku, termasuk Ambu...
Abah Ular Kayu
Ambu Ayam Jantan Bumi
Devina Anjing Kayu
Diva Macan Bumi
Daffa Naga Logam
Biasanya Naga Logam diidentikkan dengan Naga Emas...
0 Comments:
Post a Comment
<< Home