psbkotabandung
Hari-hari terakhir ini Ambu lagi suka klik ke http://www.psbkotabandung.com. Maklum, web itu isinya tentang Penerimaan Siswa Baru. Kalau ke sana, harus rada sabar, soalnya setelah klik pasti ada pesan: "lagi ngumpulin data, antosan sakedap" hihi. Dan kapasitasnya yang terbatas membuat kadang-kadang connect-nya nggak beres. Dimaklum aja, .. pokoknya sudah mulai maju dalam soal internet ini. Jadi nggak mungkin main mata, kan, orang yang melototi data itu orang tua dan siswa se-Bandung, bahkan mungkin di luar Bandung juga..
Kalau klik link "Hasil Seleksi" lalu klik dropdown "SMPN 13" lalu klik lagi ke halaman dua, di nomer 38 (saat ini) ada nama anakku. Hihi. Pamer nih. Nggak tau di hari lain, mungkin saja nomernya bergeser (moga enggak) kalau ada pendaftar baru yang NEM-nya lebih bagus dari anakku.
Waktu di SD Ambu nerima NEM Devina, temen-temennya nanya,
"Mama Devina, Devina mau ke mana?"
"Ke 13"
"Yaaa, Devina kan NEM-nya cukup untuk ke 2 atau 5. Ke 13 jadi kursi kita keambil satu" kata mereka bersungut-sungut. NB: 2 dan 5 itu SMP terbesar passing grade-nya tahun lalu.
Ada beberapa alasan untuk memilih SMPN13. Pertama, Abah bilang SMPN 2 dan 5 itu rada-rada borju. Ya, memang kesan sih, Ambu juga percaya kalau banyak siswa yang nggak borju. Tapi Devina itu mudah kebawa arus, kalau temen-temennya banyak yang borju dia juga pasti kebawa. Hehe, sori buat pembaca yang berasal dari 2 atau 5. Adikku juga dari 2, semasih culun dulu. Ambu juga dari SMPN 2... Kupang, hihi.
Kedua, SMPN 13 deket. Ada yang lain yang lebih deket, di lingkungan Ambu itu ada 34 yang leih deket, ada 28, yang rada jauh dikit, dan 13. 13 passing grade-nya lebih besar, trus 28 trus 34. Tapi ketiganya bisa dicapai, 34 dengan jalan kaki, 28 dan 13 dengan naik angkot sebentar. Bahkan kalau suatu hari nanti mungkin ada pemogokan supir angkot besar-besaran, Devina bisa saja jalan kaki ke 13. Nggak masalah. Sedang 2 dan 5 yang saling berdekatan, rada jauh. Mesti naik angkot 2x.
Abah bilang, nanti SMU boleh rada jauh, misalnya SMU 3 (amin). Sekarang yang deket aja dulu. Kalau Ambu, dengan deketnya itu, dia nggak capek. Dan Ambu jadi lebih tentrem kalau dia misalnya, ekskul sampai sore. Toh, deket. Kalau ada yang harus dihadiri orangtua, Ambu bisa naik beca. Nggak seperti di SD Assalam ini, duh.. ampun deh. Cuma karena ada jemputan, Ambu bisa tenang, karena supirnya bisa dihubungi hape-nya. Lha SMP kan udah mesti naik angkot sendiri..
Berikutnya, di 2 atau 5, kasian perjuangan Devina nanti. Yang jelas dia pasti nggak akan rangking 1. Ya, di SD juga dia nggak rangking 1, tapi perjuangan dia untuk meningkatkan prestasi keliatan. Peringkatnya nggak pernah keluar dari 10 besar, paling jelek peringkat 9, itu juga semester berikutnya naik jadi peringkat 7. Nah, di SMPN dengan awal yang jelek, bikin dia pesimis duluan kan? Temen Devina yang NEM-nya di atas Devina aja, di SMPN 5 itu masuk peringkat 211 dalam hasil seleksi sementara. Lha Devina mau masuk SMPN dengan peringkat bawah? Sentres atuh.. Ada temen Abah yang anaknya NEM-nya juga lebih tinggi dari Devina, daftar SMPN 5, hasil seleksinya nomer 17 dari bawah! Dan ini kan masih terus berubah sampai finalnya nanti tgl 12. Deg-degan kan, bisa saja terlempar. Memang sih, dia bisa masuk pilihan 2, tapi kan kalau dari awal udah bisa memperkirakan, lebih baik pilihan ke-2 itu dijadikan pilihan 1 aja. Kan nggak enak kalau si anak ditanya: "Nak, masuk SMP mana?" dan dijawab: "Masuk SMPN xxx tapi itu pilihan kedua". Duh.. Bayangin dengan Devina sekarang, enak-enak baca buku dari Taman Bacaan deket rumah, belajar masak dangan resep ciptaan sendiri, berlibur ke rumah nenek, santaiii bener liburan karena dia udah pewe dengan posisi nomer 38 di hasil seleksi sementara SMPN 13. Kecuali kalau ada mendadak 320 pendaftar ke SMPN 13 dengan angka NEM di atas dia, baru deh dia terlempar..
Yah, kita lihat aja nanti tgl 12...
*****
Ambu lihat ada kampanye tentang worldebook. Salah satunya Project Gutenberg yang dulu sering Ambu kunjungi. Sekarang jadi main ke situ lagi.. Dan tiba-tiba muncul pikiran, buku berbahasa Indonesia, udah ada blum ya, yang jadi milik bersama? Ada negara yang mensyaratkan 50 tahun setelah pengarang meninggal, ada yang 70 tahun, copyright jadi nggak berlaku. Jadi milik umum. Buku-buku seperti itu bisa di-copy bebas.
Indonesia punya seperti itu nggak, ya?
Nggak kali. Di Indonesia sih, orang baru ngeluarin buku aja, udah dikopi bebas. Bebas banget. Boro-boro mau ngingetin copyright. Boro-boro 50 tahun setelah pengarang meninggal bisa jadi milik umum..
Sigh..
Kalau klik link "Hasil Seleksi" lalu klik dropdown "SMPN 13" lalu klik lagi ke halaman dua, di nomer 38 (saat ini) ada nama anakku. Hihi. Pamer nih. Nggak tau di hari lain, mungkin saja nomernya bergeser (moga enggak) kalau ada pendaftar baru yang NEM-nya lebih bagus dari anakku.
Waktu di SD Ambu nerima NEM Devina, temen-temennya nanya,
"Mama Devina, Devina mau ke mana?"
"Ke 13"
"Yaaa, Devina kan NEM-nya cukup untuk ke 2 atau 5. Ke 13 jadi kursi kita keambil satu" kata mereka bersungut-sungut. NB: 2 dan 5 itu SMP terbesar passing grade-nya tahun lalu.
Ada beberapa alasan untuk memilih SMPN13. Pertama, Abah bilang SMPN 2 dan 5 itu rada-rada borju. Ya, memang kesan sih, Ambu juga percaya kalau banyak siswa yang nggak borju. Tapi Devina itu mudah kebawa arus, kalau temen-temennya banyak yang borju dia juga pasti kebawa. Hehe, sori buat pembaca yang berasal dari 2 atau 5. Adikku juga dari 2, semasih culun dulu. Ambu juga dari SMPN 2... Kupang, hihi.
Kedua, SMPN 13 deket. Ada yang lain yang lebih deket, di lingkungan Ambu itu ada 34 yang leih deket, ada 28, yang rada jauh dikit, dan 13. 13 passing grade-nya lebih besar, trus 28 trus 34. Tapi ketiganya bisa dicapai, 34 dengan jalan kaki, 28 dan 13 dengan naik angkot sebentar. Bahkan kalau suatu hari nanti mungkin ada pemogokan supir angkot besar-besaran, Devina bisa saja jalan kaki ke 13. Nggak masalah. Sedang 2 dan 5 yang saling berdekatan, rada jauh. Mesti naik angkot 2x.
Abah bilang, nanti SMU boleh rada jauh, misalnya SMU 3 (amin). Sekarang yang deket aja dulu. Kalau Ambu, dengan deketnya itu, dia nggak capek. Dan Ambu jadi lebih tentrem kalau dia misalnya, ekskul sampai sore. Toh, deket. Kalau ada yang harus dihadiri orangtua, Ambu bisa naik beca. Nggak seperti di SD Assalam ini, duh.. ampun deh. Cuma karena ada jemputan, Ambu bisa tenang, karena supirnya bisa dihubungi hape-nya. Lha SMP kan udah mesti naik angkot sendiri..
Berikutnya, di 2 atau 5, kasian perjuangan Devina nanti. Yang jelas dia pasti nggak akan rangking 1. Ya, di SD juga dia nggak rangking 1, tapi perjuangan dia untuk meningkatkan prestasi keliatan. Peringkatnya nggak pernah keluar dari 10 besar, paling jelek peringkat 9, itu juga semester berikutnya naik jadi peringkat 7. Nah, di SMPN dengan awal yang jelek, bikin dia pesimis duluan kan? Temen Devina yang NEM-nya di atas Devina aja, di SMPN 5 itu masuk peringkat 211 dalam hasil seleksi sementara. Lha Devina mau masuk SMPN dengan peringkat bawah? Sentres atuh.. Ada temen Abah yang anaknya NEM-nya juga lebih tinggi dari Devina, daftar SMPN 5, hasil seleksinya nomer 17 dari bawah! Dan ini kan masih terus berubah sampai finalnya nanti tgl 12. Deg-degan kan, bisa saja terlempar. Memang sih, dia bisa masuk pilihan 2, tapi kan kalau dari awal udah bisa memperkirakan, lebih baik pilihan ke-2 itu dijadikan pilihan 1 aja. Kan nggak enak kalau si anak ditanya: "Nak, masuk SMP mana?" dan dijawab: "Masuk SMPN xxx tapi itu pilihan kedua". Duh.. Bayangin dengan Devina sekarang, enak-enak baca buku dari Taman Bacaan deket rumah, belajar masak dangan resep ciptaan sendiri, berlibur ke rumah nenek, santaiii bener liburan karena dia udah pewe dengan posisi nomer 38 di hasil seleksi sementara SMPN 13. Kecuali kalau ada mendadak 320 pendaftar ke SMPN 13 dengan angka NEM di atas dia, baru deh dia terlempar..
Yah, kita lihat aja nanti tgl 12...
*****
Ambu lihat ada kampanye tentang worldebook. Salah satunya Project Gutenberg yang dulu sering Ambu kunjungi. Sekarang jadi main ke situ lagi.. Dan tiba-tiba muncul pikiran, buku berbahasa Indonesia, udah ada blum ya, yang jadi milik bersama? Ada negara yang mensyaratkan 50 tahun setelah pengarang meninggal, ada yang 70 tahun, copyright jadi nggak berlaku. Jadi milik umum. Buku-buku seperti itu bisa di-copy bebas.
Indonesia punya seperti itu nggak, ya?
Nggak kali. Di Indonesia sih, orang baru ngeluarin buku aja, udah dikopi bebas. Bebas banget. Boro-boro mau ngingetin copyright. Boro-boro 50 tahun setelah pengarang meninggal bisa jadi milik umum..
Sigh..
3 Comments:
Ada temen Abah yang NEM-nya juga lebih tinggi dari Devina
hah? temennya abah baru masuk SMP? wah Abah emang gaul banget dong yah? :D
By Anonymous, at 11:55 PM
Wekekekek,
udah ngantuk waktu nulis itu.. hihi. Jadi aja kesannya temen Abah itu kecil-kecil, hihi. Tengkiu, Di.. dibenerin entar
By ambudaff, at 9:10 PM
ambu, saya alumni 13 loh, hehehe... 13 emang bagus, kok :D
By desy, at 10:01 PM
Post a Comment
<< Home