Blognya si Ambu

Monday, December 10, 2007

Takdir

*Bukan, bukan iklan H***s yang bilang Pattimura tertangkap itu*

Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun.
Kemarin pamanku meninggal Suaminya bibiku yang termuda (Mamih paling tua, umur mereka beda 12 tahun, Mamih 62, bi Eyi 50) meninggal di usia 55.

Habis main tenis, lagi ngelap-ngelap keringat dan minum, dia langsung colaps, dan dibawa ke rumah sakit. Katanya sih waktu dibawa ke rumah sakit sih masih ada, masih bisa dimasukin infus, tapi dicoba pernapasan buatan, nggak bisa, dan ternyata sekitar jam 9 lebih begitu, udah pergi.

Ambu dan Abah sih menduga jantung, yang tidak pernah disadari. Masalahnya Mang Nandang itu pemakan segala, dan beratnya juga sekitar 85-90, dan nggak pernah kontrol kolesterol. Selama ini memang nggak pernah ada keluhan sih (dan kita kebanyakan kalau nggak ada keluhan suka dianggap ringan).

Ya, namanya juga takdir. Kita ikhlaskan saja dia kembali, toh punya Dia, ya Dia yang berhak mengambilnya, kapanpun Dia mau.

Nah, hal ini yang kadang suka Ambu bingung.

Ada saja orang yang nggak mau terima. Bilangnya sih, ikhlas, tapi masih nanya-nanya, dengan nada menuduh.

Begini, di keluarga Ambu udah ada 3 orang yang meninggal mendadak (bukan kecelakaan), pertama Kakek, kedua Bapak, ketiga Mang Nandang. Ketiganya hanya berhubungan keluarga dari perkawinan, jadi bukan berhubungan darah lho! Yang berhubungan darah itu, Kakek, Mamih, dan Bi Eyi-nya.

Nah, ketiga almarhum itu dikatakan meninggal mendadak karena tidak sakit sama sekali. Sedang sehat, meninggal.

Kalau menurut Ambu, secara logika, mereka punya penyakit. Kakek sudah tua, ada entah berapa penyakit yang sedang dideritanya, hanya pada saat meninggal, sedang sehat. Bapak punya kolesterol dan darah tinggi, tapi saat meninggal tak ada keluhan. Demikian juga Mang Nandang.

Ada saja yang terdengar, dari keluarga maupun dari kerabat lain, yang mempertanyakan kenapa meninggal!

Ya Allah, mereka meninggal karena memang sudah saatnya!

Kalau sudah saatnya sih, sehat walafiat juga bisa meninggal mendadak. KuasaNya, membuat seseorang yang sakit-sakitan hidup terus sampai tua, dan kuasaNya juga yang mengambil orang yang sehat dan masih muda.

Kenapa harus dipertanyakan?

Waktu Kakek sih nggak merhatiin, tapi waktu Bapak, ada keluarga yang keukeuh menyatakan bahwa Bapak itu mungkin kedinginan, dan makanya seharusnya Bapak jangan mandi subuh-subuh. Dengan nada menuduh, karena keluarga membiarkan Bapak mandi sesubuh itu (Bapak meninggal pukul 4 subuh, sehabis mandi. Jadi jenazahnya bersih waktu dimandiin, ya orang baru mandi) Ya Allah, Bapak udah berpuluh tahun mandi di jam 03.30, shalat tahajud disambung shalat subuh!

Lalu kemarin ini, ada aja orang yang bilang, mungkin Mang Nandang itu kecapekan. Makanya jangan disuruh main tenis, makanya meninggal. Ya Ampun, mang Nandang itu tiap minggu main tenis, setiap hari Sabtu dan Minggu, biasanya juga 3 set! Dan bagus kan, olahraga, daripada Abah yang kagak pernah *lirik Abah*

Ini yang Ambu pikir, tidak menerima Takdir! Kita harus menerima, bahwa si X meninggal hari Anu jam segkian, dan itu nggak bisa dipungkiri. Memang kita bisa mengupayakan untuk hidup lebih sehat, tapi itu ikhtiar, takdir punyanya Dia, nggak bisa diutak-atik!

Lagian, kemarin Ambu, Abah, dan beberapa orang keluarga ngobrol, kami mungkin akan lebih senang meninggal dengan cara ini, lebih cepat, mengejutkan, tapi tidak sakit. Tidak sakit untuk yang pergi (tidak menderita berbulan-bulan) dan juga tidak sakit untuk yang ditinggalkan. Memang akan kaget, tapi tidak menderita...

*****

Matematika SD tuh sekarang gimana sih?

Masa untuk seumur Daffa, caranya begini:

5 x 2 = 10

Berarti 2 + 2 + 2 + 2 + 2 = 10 Hitung angka 2-nya ada berapa? Ada 5. Jadi 5 x 2 itu 10
Balikan, 10:2=5. 10 - 2 - 2 - 2- 2 - 2 = 0. Hitung angka 2-nya, ada 5, jadi 10:2 itu 5.

Udah aja, dianggap anak ngerti, dan diberi soal yang ngujubileh. Dari banyaknya, dan dari sulitnya! Mana ada anak kelas 2 dulu dikasih 50:2? 76:4?

Dulu kan biasanya anak disuruh menghapal kali-kalian *raraban, dalam bahasa Sunda* kali-kalian 1 dulu, trus udah hapal, naik ke kali-kalian 2, trus kali-kalian 3, dan seterusnya.

Memang sekarang bukan hapalan yang dipentingkan, anak harus mengerti konsep, tapi raraban dasar (sampai kali-kalian 10) itu wajib. Itu dulu yang harus diajarkan pada anak-anak, bukan konsep!

Karena anak dianggap sudah mengerti konsep kali dan konsep bagi, maka diberi soal yang aneh-aneh, model 50:2 dan 76:4 begitu .. Kenapa nggak anak disuruh menghapal dulu kali-kalian dasar?

Apa ahli pendidikan itu udah kelewat pinter, apa mereka justru kelewat bodoh ya?

*****

Negeri di Awan
(Katon Bagaskara)

Di bayang wajahmu
kutemukan kasih dan hidup
yang lama lelah aku cari
di masa lalu

Kau datang padaku
kau tawarkan hati nan lugu
selalu mencoba mengerti
hasrat dalam diri

Kau mainkan untukku
sebuah lagu
tentang neg'ri di awan
dimana kedamaian menjadi istananya
dan kini tengah kau bawa
aku menuju kesana oh.. hoo

Ternyata hatimu
penuh dengan bahasa kasih
yang terungkapkan dengan pasti
dalam suka dan sedih

Tadi malem nonton Republik Mimpi, dan denger lagu ini .. Jadi inget, dulu meninabobokan Devina dengan lagu ini, sekitar 6-9 bulan umurnya :P

2 Comments:

  • Turut berduka cita, Ambu.

    Tapi saya merasa lega, karena beliau-beliau yang Ambu sebutkan itu meninggal dengan tenang. Bapak Ambu dan Mang Nandang malah meninggal setelah melakukan aktivitas yang mereka sukai.

    Orang-orang yang ngomongin itu mungkin nggak tahu harus ngomong apa lagi. Ingin mengungkapkan rasa berduka dan perhatian, tapi kosa kata terbatas. :-p

    By Blogger Joan, at 6:40 PM  

  • Kosa kata terbatas :P
    Iya, itu kekurangan kita ya? Kosa kata terbatas, hihi :P

    By Blogger ambudaff, at 6:35 AM  

Post a Comment

<< Home