Dongeng Kancil
Kemarin ngobrol-ngobrol sekeluarga, dan sampailah abah pada kesimpulan: dongeng rakyat Indonesia itu banyak yang isinya "Yang licik itu adalah yang menang". Makanya sekarang di Indonesia banyak korupsi. Karena dari cerita rakyatnya saja, digambarkan bahwa orang itu harus licik baru bisa memang. Seperti Kancil misalnya.
Sedang dalam cerita Jepang, misalnya Dora Emon, Nobita bisa saja memperoleh sesuatu dengan cara licik, tetapi pasti ada balasannya di akhir cerita. Makanya di Jepang jarang kedengaran ada yang korupsi. Budayanya sih ..
Bener nggak?
*****
Cerita Elang Jawa nggak pernah berakhir. Sayang ya, kalau memang Proyek Rawa Cisaat jadi kenyataan. Mau ke mana lagi Elang Jawa mengungsi? Duh, kalau punya duit setrilyun, dibeli deh itu Cagar Alam Talaga Warna, biar Elang Jawanya bisa bebas terbang. Biar bisa berkembang biak. Biar ga jadi bebek atau burung unta...
*****
Dari opini PR dan Surat Pembacanya, jadi inget ending filmnya Jackie Chan. Selalu saja di akhir filmnya ditayangkan kesalahan-kesalahan pembuatan film. Biar pemirsa tahu seperti apa membuat film itu. Biar pemirsa tahu kalau bintang film itu nggak sakti.. Btw, Spawny, apa iklan Rexona juga sebaiknya dilarang? Itu kan ada acara lompat dari jendela, etc, meski udah pake DON'T TRY THIS AT HOME, tapi di Indonesia kalau cuma tulisan aja nggak bisa mempan. Indonesia bukan negara pembaca. Mesti ada korban dulu.. Hayo, siapa yang mau jadi korban? [Sinis Mode: ON] Hihi..
Dari Surat Pembacanya, ada seorang Ibu yang ngeluh, dari pukul 15-18 ga ada tayangan untuk anak. Apalagi malemnya.
Bu, kalau memang ga ada acara yang bagus, matiin TV-nya. Kasih kegiatan yang lain untuk anak, main misalnya, lari-lari, lompat-lompatan. Itu bagus untuk pembentukan tubuh. Bukannya duduk nonton melulu.
Kalau cape, ajak anaknya membaca. Anak dibawah umur TK juga udah bisa 'membaca' alias melihat-lihat gambar. Apalagi kalau diceritakan oleh ibu, lalu disuruh dia menceritakan lagi. Kalau kurang buku dan keuangan tidak mendukung, ada Taman Bacaan. Ajak anak-anak ke sana. Kalau bosen baca, ajak menulis. Ya, menulis. Bukan pelajaran sekolah, tapi apa aja yang dia sukai. Anak-anak yang lebih kecil mungkin bisa menggambar, dan ditulisi teks nanti oleh anak yang lebih besar atau oleh ibu-bapaknya.
Pendeknya, KURANGI NONTON TV! Bukannya anak-anak disuruh nonton sampai malem, sampai Smack Down aja ketonton, siang-siang nonton Smack Down lagi di VCD, kalau enggak nonton berita kriminalitas. Pagi, siang, sore, malem, TV kok dijadikan baby sitter, sih!
Kalau memang belum ada TV yang cukup mendidik, kita keluarga yang harus mendidik. Lagian, walaupun ada TV yang mendidik, masa' mau ditonton terus? 1-2 jam sehari itu udah cukup.
Biasakan nyalain TV itu udah jelas, apa yang mau ditonton. Jam 6.30 pagi mau nonton editorialnya MetroTV. Jam segini ada ini, jam segitu ada itu, kalau udah selesai, matiin TV-nya. TV jangan dijadiin otomatis, begitu masuk ruangan itu, otomatis nyalain TV, walaupun nggak ditonton karena terus baca koran.
*keluh*
Waktunya teka-teki. Cabe apa yang ga bisa dibikin sambel?
.
.
.
.
.
.
Cabe deh...
*kabur*
Sedang dalam cerita Jepang, misalnya Dora Emon, Nobita bisa saja memperoleh sesuatu dengan cara licik, tetapi pasti ada balasannya di akhir cerita. Makanya di Jepang jarang kedengaran ada yang korupsi. Budayanya sih ..
Bener nggak?
*****
Cerita Elang Jawa nggak pernah berakhir. Sayang ya, kalau memang Proyek Rawa Cisaat jadi kenyataan. Mau ke mana lagi Elang Jawa mengungsi? Duh, kalau punya duit setrilyun, dibeli deh itu Cagar Alam Talaga Warna, biar Elang Jawanya bisa bebas terbang. Biar bisa berkembang biak. Biar ga jadi bebek atau burung unta...
*****
Dari opini PR dan Surat Pembacanya, jadi inget ending filmnya Jackie Chan. Selalu saja di akhir filmnya ditayangkan kesalahan-kesalahan pembuatan film. Biar pemirsa tahu seperti apa membuat film itu. Biar pemirsa tahu kalau bintang film itu nggak sakti.. Btw, Spawny, apa iklan Rexona juga sebaiknya dilarang? Itu kan ada acara lompat dari jendela, etc, meski udah pake DON'T TRY THIS AT HOME, tapi di Indonesia kalau cuma tulisan aja nggak bisa mempan. Indonesia bukan negara pembaca. Mesti ada korban dulu.. Hayo, siapa yang mau jadi korban? [Sinis Mode: ON] Hihi..
Dari Surat Pembacanya, ada seorang Ibu yang ngeluh, dari pukul 15-18 ga ada tayangan untuk anak. Apalagi malemnya.
Bu, kalau memang ga ada acara yang bagus, matiin TV-nya. Kasih kegiatan yang lain untuk anak, main misalnya, lari-lari, lompat-lompatan. Itu bagus untuk pembentukan tubuh. Bukannya duduk nonton melulu.
Kalau cape, ajak anaknya membaca. Anak dibawah umur TK juga udah bisa 'membaca' alias melihat-lihat gambar. Apalagi kalau diceritakan oleh ibu, lalu disuruh dia menceritakan lagi. Kalau kurang buku dan keuangan tidak mendukung, ada Taman Bacaan. Ajak anak-anak ke sana. Kalau bosen baca, ajak menulis. Ya, menulis. Bukan pelajaran sekolah, tapi apa aja yang dia sukai. Anak-anak yang lebih kecil mungkin bisa menggambar, dan ditulisi teks nanti oleh anak yang lebih besar atau oleh ibu-bapaknya.
Pendeknya, KURANGI NONTON TV! Bukannya anak-anak disuruh nonton sampai malem, sampai Smack Down aja ketonton, siang-siang nonton Smack Down lagi di VCD, kalau enggak nonton berita kriminalitas. Pagi, siang, sore, malem, TV kok dijadikan baby sitter, sih!
Kalau memang belum ada TV yang cukup mendidik, kita keluarga yang harus mendidik. Lagian, walaupun ada TV yang mendidik, masa' mau ditonton terus? 1-2 jam sehari itu udah cukup.
Biasakan nyalain TV itu udah jelas, apa yang mau ditonton. Jam 6.30 pagi mau nonton editorialnya MetroTV. Jam segini ada ini, jam segitu ada itu, kalau udah selesai, matiin TV-nya. TV jangan dijadiin otomatis, begitu masuk ruangan itu, otomatis nyalain TV, walaupun nggak ditonton karena terus baca koran.
*keluh*
Waktunya teka-teki. Cabe apa yang ga bisa dibikin sambel?
.
.
.
.
.
.
Cabe deh...
*kabur*
0 Comments:
Post a Comment
<< Home