Makasih semuanya..
Makasih Spawn, tapi justru Ambu nggak mau HP ilang karena orang ‘terpikat’ pada HP yang canggih. Mau Ambu seperti HP yang lama itu, asal bisa nelepon, bisa SMS, dan nggak akan ada yang peduli..Siapa coba yang mau nyuri T100, kalau dijual paling-paling 100 rb, mana pinggir deket lampu sinyalnya udah agak retak..
Makasih juga mbak Dewi dan mbak Yuni. Katanya sih mau dibeliin gantinya sama Abah.. hehe..
Novia, kapan Niph sama Luth ke Pangandarannya? Ambu Selasa-Kamis kemarin malah ke Anyer, jadi mungkin saja nggak ketemu walau nelepon ke rumah, hihi.. To The Sea, To The West.. wikikik..
Dan juga pada HK, makasih juga atas ‘perhatiannya’. Hehe, nggak deh, Gio, paling gantinya seperti T290i atau sejenisnya. Soalnya udah deket Idul Qurban, keuangan yang ada kan mesti difokuskan ke sana..
*****
Dua minggu lalu, sebelum menonton Narnia, kami ke ulang tahunnya ade Luthfi (bukan Luthien, ya Nov..) sepupunya Daffa. Dia setahun ajaran lebih muda dari Daffa, jadi mungkin tahun ajaran yang akan datang (2007-2008) baru akan masuk SD.
“Upi mau masuk SD mana?"
“Maunya sih Assalam seperti Teteh dan Nanda,” kata ayahnya (ayah Upi, ayah Nanda, dan ayah Teteh aka Abah, semua lulusan Assalam. Biasa, nostalgia, hehe..) “tapi Upi pengen masuk SD GagasCeria,” lanjut PapapUpi itu.
SD GagasCeria itu sekelasnya paling 15 orang. Duduknya tidak berjejer-jejer seperti kelas biasa, tapi melingkar. Dan bermacam kelebihan yang lain, seperti pelajaran disampaikan seperti bercerita, dll dll.
Nah, beberapa hari kemudian, anak-anak terima rapor. Daffa hari Jumat dan Div-Dev hari Sabtu. Mamih kemudian ke rumah. Ada keperluan sih, tapi sekalian juga ngeliat rapor anak-anak.
“Itu, rapornya Rani –adik sepupu Daffa dari pihakku, anak adikku—ya, ampun! Anak TK, dikasih ulangan. Trus rapornya dikasih angka, persis saja seperti rapor anak SD,” kata mamih sambil geleng-geleng.
Ambu jadi sedih. Namanya juga TAMAN KANAK-KANAK bukan SEKOLAH. Mereka dilatih untuk pergi ke sekolah. Jadi rapornya juga seperti rapor Daffa: Anak ini mengenal sopan santun dengan baik, bisa menurut pada perintah guru, bla bla bla”. Bukan belajar membaca, belajar menulis, belajar berhitung, ulangan..
Ambu jadi merasa, guru-guru TK sekarang tidak perlu kreatifitas lagi. Mudah kan, ajarkan saja membaca, menulis, dan berhitung. Tentu saja dari awalnya, jadi mudah mengajarkannya. A, B, C, .. 1, 2, 3, .. Guru-guru ini tidak perlu belajar lagu yang banyak, tidak perlu berpikir ‘selain lilin malam, kertas lipat, apa lagi yang bisa diajarkan pada anak, yang bahannya murah dan aman’? Jadi inget, waktu Div TK, mereka belajar bikin bala-bala, itu lho, semacam campuran parutan wortel, toge, irisan kol, dalam adonan terigu, lalu digoreng.. Bangga banget Diva, hari itu mereka tidak bawa bekal, karena mau makan bala-bala…Dan wortelnya nyabut dari kebun mereka sendiri, wortel yang anak-anak tanam di awal tahun ajaran…
TK tempatnya Daffa sekolah (TK-nya Diva juga dulu, hehe), tidak mengajarkan baca-tulis-berhitung. At least, secara langsung. Karena mereka juga tetep saja diajarkan baca-tulis-berhitung, tapi secara tidak sadar, seperti mereka mewarnai buah apel, lalu ibu guru menuliskan di papan tulis, ‘Apel’.
Juga tidak ada les. Duh, ibu-ibu, semangat banget kalau anak-anak les! Tapi kata kepala sekolah, TK ini nggak mengadakan les. Kalau ada yang mau, silakan aja di tempat lain. Dan memang, di mesjid sebelah TK-nya Daffa itu ada RA (Raudhatul A.. aduh apa sih namanya, pokoknya setingkat TK) dan mereka mengadakan LES MEMBACA! Jadi setiap hari Kamis (kalau nggak salah) pulang sekolah, anak-anak yang ibunya memang berambisi banget anaknya jadi pinter –tapi lupa bahwa anaknya itu perlu istirahat dan main—nge-leskan anaknya di sana. Kesian banget kan? Pergi dari pagi, selesai sekolah jam 11, jam 12 masih les, hiks.. anak kecil sekira 5 tahun…!
Dan Ambu jadi inget SD GagasCeria itu. Di saat orang-orang mulai bikin SD yang ‘menyenangkan’ siswa seperti ini, ada juga di pihak lain orang-orang seperti di TK-nya Rani yang membuat TK menjadi ‘beban’ untuk anak didik. Orang-orang di SD GagasCeria berusaha membuat pelajaran menjadi ‘menyenangkan’, bukan saja hanya di TK tetapi terus berkelanjutan hingga SD. Sedang di TK-nya Rani, orang-orangnya sedari kecil sudah ‘membebani’ anak didiknya, dari TK (yang semestinya main).
Nggak tahu deh…
*****
Hari Selasa hingga Kamis ini Ambu sekeluarga main ke Anyer. Via Tol, jadi sekitar 3,5 jam juga sudah sampai di sana. 2 jam di tol Cipularang,, ½ jam lintas Jakarta (untungnya nggak macet waktu perginya, tapi waktu pulangnya, muaceeeeet-cet-cet) dan 1 jam tol Merak.
Pernah lewat Tol Jakarta-Merak? Konon ini adalah jalan Tol yang di-Mark-Up gede-gedean, paling mahal biayanya tapi paling butut. Dikit-dikit dibenerin… Oya, di Tol Merak ini ada … apa ya? Besi yang ditanam di jalan sehingga pengendara merasa ‘gruduk-gruduk' biar nggak ngantuk. Semacam itulah .. hehe, ada yang tahu apa namanya? Nah, yang di Tol Merak ini kalau kita perhatiin, bunyinya begini
‘gruk-gruk-gruk,
gruk-gruk-gruk,
gruk-gruk-gruk-gruk-gruk-gruk-gruk’
kalau di transfer ke dalam tepuk tangan jadi:
‘plok-plok-plok,
plok-plok-plok,
plok-plok-plok-plok-plok-plok-plok’
Jadi, seperti apa?
Iya, betul, seratus untuk regu Siaga Kancil… hehe..
*****
Di jalan, Daffa sibuk bacain spanduk-spanduk. Latihan baca, hehe. Padahal nggak disuruh, dia aja sibuk sendiri (dan sesudahnya sibuk memperingatkan Abah: jalan di lajur kiri! Lajur kanan hanya untuk mendahului, Abah! Kecepatan maksimal 80 ka-em, Abah, itu kok angkanya 120 –sambil nunjuk ke speedometer Abah—hihi)
Ambu jadi otomatis liat-liat, spanduk mana lagi yang bisa dibaca. Eh, ada satu ini yang tulisannya begini: JANGAN MENDAHULUI DI BAHU JALAN KASIHI SESAMA.
Lho? Apa hubungannya ‘kasihi sesama’ dengan ‘mendahului di bahu jalan?’
*Ambu masih binun sampai sekarang*
*****
Di Anyer kami tidur di cottage, nama cottage diberikan pada penanya (hihi..). Karena kebanyakan waktu dilewatkan dengan hujan, maka kami juga banyak di cottage, atau di kolam renang
Anak-anak: Kan hujan, mbu? Masa berenang sih?
Ambu: lha, berenang sama kehujanan kan sama-sama basah, hehe. (Untung hujan di sini nggak ada guntur/petir)
Cottage kami sistemnya kopel, dua rumah dijadiin satu. Di tengahnya pakai pintu penghubung, kali aja yang mau menyewa dua rumah, maka pintu penghubung itu dibuka. Pintunya dobel, satu dari rumah kiri, satu dari pintu kanan. Karena kami cuma nyewa satu, pintu-pintunya tertutup. Dari pihak kami, bisa dibuka, tapi terhalang oleh pintu dari pihak rumah sebelah sana.
Dasar imajinasi anak-anak. Ini adalah pintu yang pada saat-saat tertentu akan membuka keduanya, dan membawa kita semua ke… Narnia. Hihi..
*****
Dan wisata kami akhirnya jadi makan! Seafood! Yah, seperti biasa, udang, cumi, kepiting. Dan Devina dapet kepiting yang diawetkan di tempat suvenir, dia beli dua, katanya untuk mengingatkan pada Dua Kepiting Melawan Dunia. Hehe *kedip-kedip pada Saskia
Untuk informasi pada yang suka otak-otak, ada yang enak dan besar lho! Bukan di Anyer, tapi di Carita, sekitar 20 km dari Anyer. Kalau datangnya dari tol, maka tempat ini 3 km sesudah Carita, jadi sudah masuk Labuan. Kalau datangnya dari Pandeglang, maka tempat ini sebelum Carita.
Nama warungnya LANCAR, 0253-802856. Hihi, diapalin, dasar si Ambu. 1.500 saja, tapi kenyang. Gede, nggak seperti yang suka dijual di jalan-jalan, 1.250 cuma segede jempol, dan kebanyakan terigu. Kalau ini, lebih panjang dari BengBeng, kira-kiranya. Dan kalau untuk dibawa jauh *Ambu beli ini, trus besoknya baru pulang, lewat Taman Safari dulu, sampai di Bandung malem, besoknya baru dibagi tetangga* mereka ngasih sambelnya kering. Di Bandung baru diulek lagi, diseduh pakai air panas, trus otak-otaknya dibakar lagi sejenak. Hmm…
Itu gambar alam saat kami di Anyer... Di cakrawala, nggak kelihatan jelas mana laut dan mana langit, menyatu saja saat mendung begitu... Ombaknya guede-guede...
Makasih juga mbak Dewi dan mbak Yuni. Katanya sih mau dibeliin gantinya sama Abah.. hehe..
Novia, kapan Niph sama Luth ke Pangandarannya? Ambu Selasa-Kamis kemarin malah ke Anyer, jadi mungkin saja nggak ketemu walau nelepon ke rumah, hihi.. To The Sea, To The West.. wikikik..
Dan juga pada HK, makasih juga atas ‘perhatiannya’. Hehe, nggak deh, Gio, paling gantinya seperti T290i atau sejenisnya. Soalnya udah deket Idul Qurban, keuangan yang ada kan mesti difokuskan ke sana..
*****
Dua minggu lalu, sebelum menonton Narnia, kami ke ulang tahunnya ade Luthfi (bukan Luthien, ya Nov..) sepupunya Daffa. Dia setahun ajaran lebih muda dari Daffa, jadi mungkin tahun ajaran yang akan datang (2007-2008) baru akan masuk SD.
“Upi mau masuk SD mana?"
“Maunya sih Assalam seperti Teteh dan Nanda,” kata ayahnya (ayah Upi, ayah Nanda, dan ayah Teteh aka Abah, semua lulusan Assalam. Biasa, nostalgia, hehe..) “tapi Upi pengen masuk SD GagasCeria,” lanjut PapapUpi itu.
SD GagasCeria itu sekelasnya paling 15 orang. Duduknya tidak berjejer-jejer seperti kelas biasa, tapi melingkar. Dan bermacam kelebihan yang lain, seperti pelajaran disampaikan seperti bercerita, dll dll.
Nah, beberapa hari kemudian, anak-anak terima rapor. Daffa hari Jumat dan Div-Dev hari Sabtu. Mamih kemudian ke rumah. Ada keperluan sih, tapi sekalian juga ngeliat rapor anak-anak.
“Itu, rapornya Rani –adik sepupu Daffa dari pihakku, anak adikku—ya, ampun! Anak TK, dikasih ulangan. Trus rapornya dikasih angka, persis saja seperti rapor anak SD,” kata mamih sambil geleng-geleng.
Ambu jadi sedih. Namanya juga TAMAN KANAK-KANAK bukan SEKOLAH. Mereka dilatih untuk pergi ke sekolah. Jadi rapornya juga seperti rapor Daffa: Anak ini mengenal sopan santun dengan baik, bisa menurut pada perintah guru, bla bla bla”. Bukan belajar membaca, belajar menulis, belajar berhitung, ulangan..
Ambu jadi merasa, guru-guru TK sekarang tidak perlu kreatifitas lagi. Mudah kan, ajarkan saja membaca, menulis, dan berhitung. Tentu saja dari awalnya, jadi mudah mengajarkannya. A, B, C, .. 1, 2, 3, .. Guru-guru ini tidak perlu belajar lagu yang banyak, tidak perlu berpikir ‘selain lilin malam, kertas lipat, apa lagi yang bisa diajarkan pada anak, yang bahannya murah dan aman’? Jadi inget, waktu Div TK, mereka belajar bikin bala-bala, itu lho, semacam campuran parutan wortel, toge, irisan kol, dalam adonan terigu, lalu digoreng.. Bangga banget Diva, hari itu mereka tidak bawa bekal, karena mau makan bala-bala…Dan wortelnya nyabut dari kebun mereka sendiri, wortel yang anak-anak tanam di awal tahun ajaran…
TK tempatnya Daffa sekolah (TK-nya Diva juga dulu, hehe), tidak mengajarkan baca-tulis-berhitung. At least, secara langsung. Karena mereka juga tetep saja diajarkan baca-tulis-berhitung, tapi secara tidak sadar, seperti mereka mewarnai buah apel, lalu ibu guru menuliskan di papan tulis, ‘Apel’.
Juga tidak ada les. Duh, ibu-ibu, semangat banget kalau anak-anak les! Tapi kata kepala sekolah, TK ini nggak mengadakan les. Kalau ada yang mau, silakan aja di tempat lain. Dan memang, di mesjid sebelah TK-nya Daffa itu ada RA (Raudhatul A.. aduh apa sih namanya, pokoknya setingkat TK) dan mereka mengadakan LES MEMBACA! Jadi setiap hari Kamis (kalau nggak salah) pulang sekolah, anak-anak yang ibunya memang berambisi banget anaknya jadi pinter –tapi lupa bahwa anaknya itu perlu istirahat dan main—nge-leskan anaknya di sana. Kesian banget kan? Pergi dari pagi, selesai sekolah jam 11, jam 12 masih les, hiks.. anak kecil sekira 5 tahun…!
Dan Ambu jadi inget SD GagasCeria itu. Di saat orang-orang mulai bikin SD yang ‘menyenangkan’ siswa seperti ini, ada juga di pihak lain orang-orang seperti di TK-nya Rani yang membuat TK menjadi ‘beban’ untuk anak didik. Orang-orang di SD GagasCeria berusaha membuat pelajaran menjadi ‘menyenangkan’, bukan saja hanya di TK tetapi terus berkelanjutan hingga SD. Sedang di TK-nya Rani, orang-orangnya sedari kecil sudah ‘membebani’ anak didiknya, dari TK (yang semestinya main).
Nggak tahu deh…
*****
Hari Selasa hingga Kamis ini Ambu sekeluarga main ke Anyer. Via Tol, jadi sekitar 3,5 jam juga sudah sampai di sana. 2 jam di tol Cipularang,, ½ jam lintas Jakarta (untungnya nggak macet waktu perginya, tapi waktu pulangnya, muaceeeeet-cet-cet) dan 1 jam tol Merak.
Pernah lewat Tol Jakarta-Merak? Konon ini adalah jalan Tol yang di-Mark-Up gede-gedean, paling mahal biayanya tapi paling butut. Dikit-dikit dibenerin… Oya, di Tol Merak ini ada … apa ya? Besi yang ditanam di jalan sehingga pengendara merasa ‘gruduk-gruduk' biar nggak ngantuk. Semacam itulah .. hehe, ada yang tahu apa namanya? Nah, yang di Tol Merak ini kalau kita perhatiin, bunyinya begini
‘gruk-gruk-gruk,
gruk-gruk-gruk,
gruk-gruk-gruk-gruk-gruk-gruk-gruk’
kalau di transfer ke dalam tepuk tangan jadi:
‘plok-plok-plok,
plok-plok-plok,
plok-plok-plok-plok-plok-plok-plok’
Jadi, seperti apa?
Iya, betul, seratus untuk regu Siaga Kancil… hehe..
*****
Di jalan, Daffa sibuk bacain spanduk-spanduk. Latihan baca, hehe. Padahal nggak disuruh, dia aja sibuk sendiri (dan sesudahnya sibuk memperingatkan Abah: jalan di lajur kiri! Lajur kanan hanya untuk mendahului, Abah! Kecepatan maksimal 80 ka-em, Abah, itu kok angkanya 120 –sambil nunjuk ke speedometer Abah—hihi)
Ambu jadi otomatis liat-liat, spanduk mana lagi yang bisa dibaca. Eh, ada satu ini yang tulisannya begini: JANGAN MENDAHULUI DI BAHU JALAN KASIHI SESAMA.
Lho? Apa hubungannya ‘kasihi sesama’ dengan ‘mendahului di bahu jalan?’
*Ambu masih binun sampai sekarang*
*****
Di Anyer kami tidur di cottage, nama cottage diberikan pada penanya (hihi..). Karena kebanyakan waktu dilewatkan dengan hujan, maka kami juga banyak di cottage, atau di kolam renang
Anak-anak: Kan hujan, mbu? Masa berenang sih?
Ambu: lha, berenang sama kehujanan kan sama-sama basah, hehe. (Untung hujan di sini nggak ada guntur/petir)
Cottage kami sistemnya kopel, dua rumah dijadiin satu. Di tengahnya pakai pintu penghubung, kali aja yang mau menyewa dua rumah, maka pintu penghubung itu dibuka. Pintunya dobel, satu dari rumah kiri, satu dari pintu kanan. Karena kami cuma nyewa satu, pintu-pintunya tertutup. Dari pihak kami, bisa dibuka, tapi terhalang oleh pintu dari pihak rumah sebelah sana.
Dasar imajinasi anak-anak. Ini adalah pintu yang pada saat-saat tertentu akan membuka keduanya, dan membawa kita semua ke… Narnia. Hihi..
*****
Dan wisata kami akhirnya jadi makan! Seafood! Yah, seperti biasa, udang, cumi, kepiting. Dan Devina dapet kepiting yang diawetkan di tempat suvenir, dia beli dua, katanya untuk mengingatkan pada Dua Kepiting Melawan Dunia. Hehe *kedip-kedip pada Saskia
Untuk informasi pada yang suka otak-otak, ada yang enak dan besar lho! Bukan di Anyer, tapi di Carita, sekitar 20 km dari Anyer. Kalau datangnya dari tol, maka tempat ini 3 km sesudah Carita, jadi sudah masuk Labuan. Kalau datangnya dari Pandeglang, maka tempat ini sebelum Carita.
Nama warungnya LANCAR, 0253-802856. Hihi, diapalin, dasar si Ambu. 1.500 saja, tapi kenyang. Gede, nggak seperti yang suka dijual di jalan-jalan, 1.250 cuma segede jempol, dan kebanyakan terigu. Kalau ini, lebih panjang dari BengBeng, kira-kiranya. Dan kalau untuk dibawa jauh *Ambu beli ini, trus besoknya baru pulang, lewat Taman Safari dulu, sampai di Bandung malem, besoknya baru dibagi tetangga* mereka ngasih sambelnya kering. Di Bandung baru diulek lagi, diseduh pakai air panas, trus otak-otaknya dibakar lagi sejenak. Hmm…
Itu gambar alam saat kami di Anyer... Di cakrawala, nggak kelihatan jelas mana laut dan mana langit, menyatu saja saat mendung begitu... Ombaknya guede-guede...