Blognya si Ambu

Wednesday, June 15, 2011

#indonesiajujur Aku Ingin, Aku Tak Ingin

Aku Ingin, Aku Tak Ingin

Waktu aku sekolah dulu,
di propinsi timur Indonesia,
tanahnya berdebu,
maklum, air sangat berharga, daripada
untuk menyiram tanah lebih baik untuk minum

Aku ingin sekolah anak-anakku lebih baik.
Terkabul.
Ketiga anakku bersekolah di propinsi barat pulau Jawa
pohon-pohon di mana-mana
air mengalir dengan derasnya

Dulu aku berjalan kaki ke sekolah
pulang pasti kepanasan sangat

Aku masih ingin anak-anakku berjalan kaki ke sekolah
jangan jauh-jauh
dalam kompleks saja
sambil saling menjemput teman-teman

Tak terkabul
Anak-anak sekarang sekolahnya jauh-jauh
harus pakai mobil jemputan, atau angkutan kota

Dulu gedung sekolahku butut
aku ingat, ada pintu kelas yang tak bisa ditutup rapat
soalnya pintunya cuma sepotong, bagian atas
kalau 'ditutup' pun, kucing bebas keluar masuk

Aku ingin anak-anakku mendapat yang lebih baik

Terkabul

Gedung-gedung sekolah anak-anakku keren-keren
bertingkat pula!

Dulu guru-guruku sederhana
jalan kaki juga ke sekolah
paling-paling naik sepeda
kalau denger lagu 'Umar Bakrie'-nya Iwan Fals
banyak yang seperti itu
tua, tanpa pamrih
mendidik, bukan sekedar menghabiskan materi ajar

Aku ingin guru-guru anak-anakku lebih baik nasibnya

Terkabul

Guru-guru sekarang banyak yang bawa motor tahun terbaru
mobil merk ternama
hape tercanggih

Tetapi aku masih ingin guru-guru anak-anakku mendidik, bukan mengajar
bukan sekedar menghabiskan mata ajar
bukan menjadikan sekolahnya sebagai
lulus 100% dengan NEM selangit

Tapi,
'Bukan yang congkak,
bukan yang sombong,
yang disayangi handai dan taulan,
hanya anak yang tak pernah
bohong,
rajin belajar, peramah dan sopan

Tapi, sampai sekarang aku masih was-was
apakah anak-anakku akan dididik sedemikian?
atau sebaliknya?
Sombong
Bohong
Tak sopan

.
.
.
.


Aku iri sangat pada Tetsuko Kurayanagi dan gerbong-gerbong kereta apinya...

Bandung, 15 Juni 2011, 17.09 WIB

Saturday, June 11, 2011

#indonesiajujur Mati dalam Berusaha

Bersumpahlah bahwa kau akan mencari Gunung itu, atau mati dalam berusaha [Wolf Brother - Michelle Paver, 12]




Gyah. Serem banget kedengarannya!


Baiklah. Jadi ceritanya, ada sebuah desa di Jawa Timur, berikut SD-nya. Dan seperti biasa, di bulan Mei ini anak-anak kelas 6-nya UN. Dan terjadilah hal yang tidak biasa.

Guru di sekolah itu, membujuk anak yang cukup pandai untuk membuat contekan untuk rekan-rekannya. Jadilah menyontek massal. Ini hal yang biasa. Tapi si anak cerita pada orangtuanya. Orangtuanya lapor ke Komite Sekolah, Dinas, dan seterusnya. Tapi agak dicuekin. Terendus media, dan meluaslah via media.

Kepsek dan guru terkait dicopot, tapi si ortu dan si anak malah dicacimaki dan diusir dari desa itu.

Berita bisa dilihat di sini berikut lanjutan-lanjutannya.

Jadi ... campur aduk. Antara sedih, miris, marah...

Apa memang kejujuran sekarang sudah benar-benar langka?

Apa memang sekarang yang dipentingkan adalah mencapai tujuan? Dalam hal ini, nilai NEM. Jadi anak-anak, diajari dari kecil, untuk mencapai tujuan, BAGAIMANA pun caranya!

Mau dibawa ke mana negara kita?

Dari dulu Ambu ga pernah nyontek. Bukan kenapa-kenapa, tapi kalau nyontek itu berasa HINA. Berasa nggak bisa mengerjakan. Kalau kita mengerjakan sendiri, berarti kita bisa, kita mampu untuk mengerjakannya. Kalau ga bisa mengerjakannya, ya sudah. Berarti kemampuan kita hanya sampai situ.

Setelah agak besar, baru mengerti akan konsep kejujuran. Dan kemudian, sekarang sedang berusaha menanamkan konsep itu pada anak-anak.

Pertama, jujur. Harus jujur. Terutama dalam hal mengerjakan ujian.

Tapi bagaimana kalau godaan untuk nyontek itu besar? Artinya, kita nggak bisa mengerjakan soal itu?

Maka, yang kedua: harus pintar. Anak-anak sebisanya harus pintar, harus belajar dengan baik. Kalau pintar, maka godaan untuk nyontek dengan sendirinya akan turun.

Lalu, bagaimana kalau kita sudah pintar, tetapi terjadi kasus seperti di atas: kita dipaksa untuk memberi contekan pada orang lain?

Maka yang ketiga: kita harus punya kuasa. Kekuasaan disini bukan berarti kita punya jabatan resmi--walau itu juga bagus--tapi dalam arti, kita mampu untuk bilang TIDAK pada godaan-godaan iblis berwujud manusia di sekitar kita!

Walau negara kita ini penuh dengan godaan iblis berwujud manusia, kita harus bisa bertahan. Biar kita beda dengan orang disekitar, kita harus tetap menang dalam perang seperti itu!

Seperti kata Fa pada Torak. Bersumpahlah bahwa kau akan mencari Gunung itu, atau mati dalam berusaha! Prinsip ini tidak bisa ditawar-tawar lagi!