Blognya si Ambu

Monday, May 24, 2010

Pemain Watak

Jaman dulu saat Ambu masih kuliah, atau saat awal-awal menikah, stasiun TV masih belum banyak. Baru TVRI, dan beberapa stasiun swasta, yang jam tayangnya juga belum sampai 24 jam. Karena Ambu baru punya baby, jam nontonnya juga banyak tapi nggak tentu. Kalau baby lagi bobo di ruang tengah, Ambu bisa sambil makan atau nyetrika sambil nonton dan sambil nungguin baby bobo. Internet belum nyampe, baru denger-denger aja, belum ngeliat bentuknya XD

Saat itu, sinetron baru muncul. Arswendo Atmowiloto kalau nggak salah yang turut rame-ramein istilahnya, ‘sinema elektronik’. Apa sekarang ada yang ngeh kepanjangan sinetron itu? Wkwk!

Sinetron saat itu terlihatnya masih ‘rapi’. Satu yang Ambu tonton, ‘Noktah Merah Perkawinan’, Ayu Azhari, awalnya masih enak ditonton. Memang di akhir-akhirnya lebay gitu. Tapi, masih enak lah. Lalu, soundtrack sinetronnya memang sengaja dibuat untuk sinetron itu. Khusus. Jadi kelihatan kalau orang niat banget buatnya.

Soundtrack sinetron sekarang? Denger aja lagu yang lagi ngetop, nggak peduli liriknya nyambung enggak, asal enak didenger, kemungkinan lagunya bakal ngetop, langsung di-tek jadi soundtrack sinetron. Nggak niat banget!

Oke, sinetron kemudian mulai meraja. Ga niat banget nontonnya. Mulai berpaling hati. Muncul Jdorama, yang pertama Ambu lihat itu Tokyo Love Story. Mantep banget!


Salah satu ciri Jdorama (dan kemudian juga Kdrama) adalah tidak ragu untuk sad-ending atau cliffhanger. Nggak harus maksa happy-ending seperti sinetron. Lalu, ada juga open-ending, di mana penonton menafsirkan sendiri. Nggak harus semua dijelaskan sampai sedetil-detilnya.

Contoh soal XD: seorang cewek melihat cowoknya lagi pelukan dengan cewek lain. Dia kaget, bukannya nge-gep, malah nangis. Kaget.

Maka adegannya, dalam Jdorama atau Kdrama, ceweknya nggak ngomong apa-apa, zoom-in, air matanya netes, zoom-out. Udah. Penonton dianggap ngerti, adegan apa, perasaan cewek gimana.

Di sinetron: nyender, nangis, zoom in—kadangberkali-kali, dan sebelum iklan, jadi diulang-ulang—lalu dia ‘ngomong dalam hati’ --> Oh, X (nama cowok) mengapa kau mengkhianatiku, begitu tega kau mendustaiku, aku sedih, blablabla! Penonton dianggap nggak tau apa-apa, dan harus diberitahu: apa yang sedang terjadi, bagaimana perasaan si cewek.

Sedih kan, dianggap penonton yang belegug XD

Makanya kemudian males banget nonton sinetron. Apalagi kemudian banjir sinetron jiplakan, plus soundtrack instan. Semakin males lah nontonnya. Lebih suka lihat Jdorama. Dimulai dari Tokyo Love Story, lalu juga suka Ordinary People. Yg lain lupa judulnya :P

Tapi lama kelamaan, anak jadi tiga, pindah ke rumah sendiri, jadi nggak sempet nonton. Cuma baca-baca sinopsisnya aja. Berikutnya, membanjir juga drama Taiwan dan Kdrama. Walau nggak nonton, ya disempet-sempetin baca-baca sinopsisnya. Kalau bintangnya sih, nggak pada kenal. Selain mukanya sama semua (hihi, abis bintang Jepang-Korea-Cina sama semua sih *ditakol*) nama mereka juga nggak menolong, paling hanya bisa membedakan nama Jepang, Korea, dan Taiwan doang, ga bisa membedakan apakah nama ini nama cewek apa cowok *nyengir*

Sampai suatu ketika, Dev nonton Beethoven Virus. Er .. ceritanya ada di sini. Singkat kata, tersepona sama Kim Myung Min. Er ... kagum mungkin tepatnya. Dalam beragam peran yang ia mainkan, ia bisa jadi orangyang berbeda-beda. Dari forum, Ambu baca, ada banyak yang kecele, nggak menyangka kalau orang yang jadi X di film ABC adalah dia. Kalau Ambu, karena nubi dan dikasitau, jelas ‘terpaksa’ tau kalau dia itu Kim Myung Min, tapi ... teuteup saja ternyata nggak bisa langsung nebak kalau dia itu Kim Myung Min. Wkwk! Belakangan setelah beberapa kali menebak, bisa sedikit ketahuan. Bentuk bibirnya! Euh, kecuali di seri Immortal Lee Soon Shin di mana dia pake kostum berkumisjenggot gitu :P

Yang makin bikin suka adalah, dia ternyata aktor watak! KMM bersiap berlatih 5 bulan sebelum menerima peran Kang Mae dalam Beethoven Virus. Ia menurunkan berat badan sampai 20 kg waktu Closer to Heaven. Baca-baca tentang penyakit Lou Gehrig ini, dan mengamati bagaimana pasiennya bergerak. Lalu tiap syuting, merhatiin sampai ke detil-detilnya, bagaimana seorang penderita Lou Gehrig itu bergerak. Bahkan yang nggak ada dalam skrip.

Kalau dibandingkan dengan bintang sinetron kita yang jadi ‘penderita penyakit anu’ atau buta, tuli, dlsb, kelihatan bener pura-puranya. Wajahnya meringis, tapi nggak mencerminkan di mana sakitnya. Kalau luka, kelihatan bener dikasih saos tomatnya. Kenapa sih, pemain sinetron kita harus selalu kelihatan cakep/cantik? Kalau abis berantem sih kan harusnya babakbelur, bukan teuteup cakep tapi dikasih olesan saos tomat dikit. Kecuali kalau parodi XD Kalau orang miskin, bajunya harus jelek, bukan baju baru. Kalau bangun tidur, jangan kelihatan pake make up! Eurgh!

Nih lihat poster satu drama seri dan dua filmnya KMM, lihat perbedaannya XD


Off-screen:


Beethoven Virus:


Closer to Heaven:


Man of Vendetta:



Emang sih, Ambu nggak bisa kagum sama aktor cakep. Apalagi yang muda-muda. Bisanya cuma kagum sama aktor berkualitas *disambit se-internet*

Wednesday, May 19, 2010

karena kita tidak kenal


karena kita tidak kenal
Farida Susanty
Jakarta 2010 Grasindo
199 hlm


Ini buku kedua dari Farida Susanty. Buku pertamanya "... dan hujanpun berhenti" udah pernah Ambu review lama berselang. Kedua bukunya ... lain dari pada yang lain. Entah kenapa, tapi kalau sudah baca bukunya, nggak akan terlupakan. Kalau ada yang nanya, "mBu, punya rekomendasi buku?" biasanya yang terpampang di benak itu ya buku ini.

Seperti yang terus di promosikan di fan page-nya, kertasnya memang beda. Serasa megang buku Harry Potter :P Dan ilustrasinya by Laff! *peyuk-peyuk Laff*

Kalau buku yang pertama itu novel, yang kedua ini kumpulan cerpen. Nggak random, tapi mengacu pada konsep: 'orang asing'. Semua tentang orang asing, apakah orang yang sama sekali tidak kita kenal atau orang yang selama ini kita kira kita kenal ..

Adakah orang asing di dunia ini?
Mari kita cari tahu bersama ...
... ke pasar. Satu kilonya berapa sih, harganya tahu? [2]


Gyah. Tahu mah diitungnya per-potong, bukan perkilo. Mau tahu kuning atau tahu putih?
*dijitak*

Farida menulis:

Yang paling seru dari kumpulan cerpen adalah kita tidak usah membaca dari depan ke belakang sambil duduk rapi. Mau depan tengah belakang atau tengah belakang depan. atau bagaimanapun, tidak ada masalah [3]

Dan lebih seru lagi, dengan kumpulan cerpen, kita bisa punya cerpen favorit yang berbeda setiap saat. Waktu membacanya pertama kali, yang jadi favorit Ambu adalah #5 Rahasia. Nyengir-nyengir gitu deh saat bacanya, dan indikator favorit adalah, saat itu juga cerpen itu dibaca sekali lagi :P Tapi saat ini, yang jadi cerpen fave Ambu adalah susu bubuk. Er ... maksudnya #13 WWS :P Eh, baydeway, WWS itu artinya apa ya? Hihi ...

Trus, ada dialog Ulat Bulu dari Alice! [#3 Siapa] Oh, terngiang-ngiang selalu pakde Rickman as Absolem! *Laff cekikikan ngeliatin Ambu*

Baca lagi ah ...

Bentar. Bentar.

Kaya'nya sekarang yang jadi fave itu #12 Musik deh!

Hihi. Off and out!

Monday, May 17, 2010

The Bookaholic Club: Hantu-Hantu Masa Lalu


The Bookaholic Club
Hantu-Hantu Masa Lalu
Poppy D Chusfani
Jakarta 2010, Gramedia Pustaka Utama
264 hlm

Awalnya baca buku ini, disambi nunggu tukang sayur, tukang tahu, tukang kerupuk ... dan hasilnya amburadul. Tiap kali kembali ke buku, harus mulai lagi dari awal, minimal dari awal bab, soalnya bingung yang sedang dibaca itu POV Des, Erin, Chira, atau Tori, wkwkwk! Ini resikonya baca bacaan multi-POV! Tapi, resikonya worthed lah, karena dengan cara membaca seperti itu, ceritanya menjadi menarik.
Usul, TBC3 masukin POV Spunk juga! *nyengir*
Buku kedua ini dibuka dengan adegan Des dan Tori beres-beres buku saat liburan. Seperti biasa, dalam lakon apa saja, kalau diceritakan liburan, sebenarnya tokoh-tokoh cerita kita tidak pernah jadi berlibur--atau kalaupun jadi, cuma sebentar. Lamanya malah ngurus TKP, wkwk! Lihat saja Hercule Poirot, lihat saja Miss Mapple, pokoknya ujung-ujungnya malah kerja XD (dan penulisnya protes: kalo ga gitu, buat apa gua bikin cerita ini? Hihi)
OK, jadi ceritanya Des dan kawan-kawan mau liburan. Mereka CUMA mau ngisi liburan dengan kompetisi mengarang dan membacakan cerpen. Saja. Tanpa hal-hal lain. Tapi ... ya itulah. Baca saja selanjutnya *ditakol*
Sekarang sih Ambu cuma pengen bawel ngomentarin. Hihi.
* Buku Hitam berisi sihir. Buku Merah kemungkinan dimiliki penyihir. Seperti ... buku harian Riddle? Btw, dalam Harry Potter, tidak ada yang memiliki kemampuan membaca aura ya? (terdengar bisikan seperti: bikin fanficnya, hihi)
* [Hlm 69] memeragakan adegan bebek meleter --> terbayang adegan Doris (St Claire) lagi belajar bahasa Prancis XD
* [72] Penyihir yang tinggal di Bogor memang WAJIB untuk belajar jadi pawang hujan. Hihi. Media untuk latihannya banyak, nyaris tiap hari kan penuh hujan-petir ...
* [84 dst] jadi keinget Harry saat keinget Sirius saat ia bertanya pada Nick-Si-Kepala-Nyaris-Putus tentang hantu, dan kenapa seseorang jadi hantu tapi orang yang lain tidak. Yang sudah menyelesaikan urusannya di dunia, takkan menghantui lagi.
Jangan lupa pembagian hantu residual dan hantu aktif :P
* [113] Nah itu. Kenapa Des nggak nyembuhin ayahnya Chira aja ya? Atau dia belum punya kemampuan untuk jadi Penyembuh, minimal bikin Ramuan Merica Meletup gitu *dipelototin Madam Pomfrey*
* [115 dst] Kenapa ya, saat membayangkan seseorang mengorbankan roh seseorang, lalu masuk ke dalam jasadnya, yang kebayang malah film seri Supernatural ya? Tapi season awal-awal, bukan season ke sini yg semakin nggak karuan :S
* [117] Nyehe. Dengan kekuatan bulan, akan menghukummu!!
* [118] 'Aku akan mengurus masalah ini jika terpilih jadi presiden berikutnya, oke?' Wkwkwk! Kasian presiden, segala hal diurusin XD
* [143 dan sekitarnya] perasaan Des jadi Aang dalam Avatar: The Last Airbender deh. Dia mesti menguasai semua elemen, wkwk! Jadi Pengendali Api, jadi Pengendali Air ...
* [175 dan sekitarnya] kalau yang ini, Ambu merasa seperti Torak dalam Chronicles of Ancient Darkness. Di situ rohnya bisa meninggalkan tubuhnya, masuk menggantikan roh binatang apa saja, terbang-berenang-atau apapun, berkelana ke mana saja, melihat atau mendengar apa yang terlihat atau terdengar oleh binatang itu. Sepertinya ... asyik. Tapi melelahkan.
* [193] Di sini terbukti penyihir harus rajin makan! Terutama coklat! Dan terbukti jelas bahwa penyihir aktif tak akan pernah jadi gemuk, wkwk!
* [199] Ambu melihat di sini, emosi tidak dipermainkan sedemikian rupa, sehingga tidak jadi 'sinetron'. Lihat saat Des ngomongin 'ibu-ibu mereka' --> '...ibu kita sudah bisa dikatakan tewas. Lebih baik menguburnya daripada membiarkan penyihir jahat meminjam tubuhnya, bukan?'
Emang susah berlaku logis saat emosi menguasai, dan kelihatannya Des tidak seperti itu, dia masih berlaku logis. Dan ini yang Ambu suka, emosi jangan dibiarkan merajalela dalam tulisan. Jangan jadi sinetron, wkwk!
Tapi, memang kesannya Des itu 'dingin'. Bisa-bisanya dia ngomong tentang ibu mereka dengan nada sedingin itu XP
* [224] Jadi keinget Hermione, eihwaz? Atau apa? Hihi. Rune emang susah ya, harus ditebak bentuk katanya, baru ketahuan artinya. Btw Arwen, kenapa pake Rune ya? Kenapa nggak pake huruf kita, Sansekerta misalnya? *nyengir, ini mah ngerjain penulisnya, wkwk!* *ditakol*
* [257] Des sampai anemia? Berarti sihir berhubungan erat dengan sel darah merah ya, selain juga dengan gula darah *jilat-jilat coklat* hihi.
* [Epilog] Nyehe. Jadi positif, akan ada jilid ketiga! Untungnya, dengan menulis dalam bahasa Indonesia, dengan menggunakan kata 'dia' tidak otomatis tertebak jenis kelamin si 'kepala mafia', bayangkan kalau bab ini ditulis dengan bahasa Inggris, dengan penulisan 'he' atau 'she' akan mengurangi kemisteriusan bab ini *halah*
OK, ini mah bukan review, cuma ngomel-ngomel nggak puguh aja, hihi. Yang penting, BACA! Rugi kalau ga baca! Dan seharusnya Gramedia sudah mulai memikirkan label untuk bacaan-bacaan seperti ini, udah nggak masuk TeenLit, tapi ... TeenFantasyLit? Hihi XP