Blognya si Ambu

Tuesday, April 27, 2010

Kereta Api

Kakekku alm beserta adiknya adalah mantan karyawan PJKA. Adik kakekku bahkan kalau ke mana-mana pakai kereta, masih menggunakan fasilitas karcis pensiunannya.

Saat itu Ambu lagi ikut Bapak keliling Indonesia. Di Ujung Pandang (sekarang Makassar) dan Kupang, sudah barangtentu tidak ada kereta api. Tapi kalau sedang liburan di Bandung, kakek suka sekali mengajak cucunya ini ke stasiun kereta atau mendongeng hal-hal yang berkaitan dengan kereta api.

Salah satu hobiku saat itu: suka sekali kalau sedang naik mobil, pintu palang kereta menutup menandakan akan ada kereta api lewat. Antusiasku saat itu: menghitung jumlah gerbong yang lewat. Kecewa sekali kalau yang lewat hanya lokomotif yang hendak memutar saja XD

Dari cerita-cerita kakek, cita-citaku saat itu yang berkaitan dengan kereta: menghitung gerbong KA Babaranjang. Cita-cita itu baru terpenuhi saat aku menikah. Selesai pesta, mengantar kakak ipar ke Bengkulu pakai mobil (sekalian bulan madu di pantai Bengkulu, wkwk!) dan di suatu persimpangan, bertemulah daku dengan kereta nan panjang itu. Langsung saja menghitung gerbongnya: lokomotif 2, gerbong 44. Yaiy!




Ini cuma gambar dalam Game yang diambil tanpa ijin dari situs ini, tapi setidaknya memberi gambaran sebagaimana panjangnya Babaranjang itu.

Waktu sedang KKN, Ambu dapet di Jati, Ciranjang, Cianjur. Sering pulang ke Bandung, pakai kereta Cianjur-Bandung, karcisnya cuma 600. Dicampur dengan tukang kol dan kambing, wekekek! Herannya, kalau teman-teman lain pulang, cerita mereka selalu: naik kereta pasti pasedek-sedek. Berdesakan. Heran. Padahal kalau Ambu, bahkan kalau pulang Senin pagi berbarengan dengan pegawai yang kerja di Bandung-tapi-punya-rumah-di-Cianjur, ga pernah tuh berdesakan. Selalu dapet tempat duduk, enak dan suka ngobrol dengan penumpang lain.

Senangnya Ambu kalau naik kereta adalah: pas lokomotif membelok ke arah di mana Ambu duduk. Ambu kan jadi bisa melihat kepala kereta itu membelok! Padahal kan udah sering ngeliat lokomotif, tapi ada sensasi tersendiri melihat kepala kereta membelok! Apalagi kalau di atas jembatan yang di bawahnya ada airnya. Keren!

Jadi rada sedih juga waktu KA Parahyangan dihapus. Walau sekarang jarang naik kereta, masih terbayang senangnya naik Parahyangan. Waktu di Ujung Pandang, liburan ke Bandung cuma berdua dengan adik (Ambu baru kelas 1 SD, berdua dengan adik dikirim pake pesawat :P) dijemput Kakek di Jakarta, naik Parahyangan ke Bandung, tapi ternyata di tengah jalan (lupa di mana) ada kereta lain anjlok jadi kereta kita tak bisa meneruskan perjalanan. Jadi disambung dengan bis yang diusahakan oleh PJKA. Nyampe di rumah di Bandung, jam 2 pagi, padahal abis itu mau saur, puasa hari pertama. Seneng aja, dasar anak-anak!

Berikut artikel dari Pikiran Rakyat tentang Parahyangan ini:



Kereta Api Parahyangan Tinggal Kenangan

Oleh Suwardjoko P. Warpani

Bukan April mop karena sudah memasuki akhir April. Ya, 27 April 2010 adalah hari perjalanan terakhir KA Parahyangan. Selama 39 tahun KA Parahyangan ulang-alik Bandung-Jakarta tiada henti tujuh hari/minggu. Kini, namamu tinggal kenangan. Memang, nama Parahyangan banyak penggunanya, tetapi KA Parahyangan hanya milik KA Parahyangan. Betul nama itu indah dibaca, syahdu didengar, anggun digunakan, juga mengandung nuansa sakral apalagi bagi penduduk atau insan yang berasal/berdarah Tatar Parahyangan.

Terima kasih KA Parahyangan atas ketekunanmu selama 39 tahun, yang diwarnai suka maupun duka. Suka karena engkau memang melayani kebutuhan masyarakat dan engkau datang tepat waktu, karena engkau telah membuka peluang kerja tak terbilang, dan engkau telah menorehkan jasa angkutan Bandung-Jakarta. Di sisi lain, banyak pula duka kau derita. Tubuhmu tak jarang menjadi sasaran tangan usil tak bertanggung jawab, wajahmu acap kali dilumuri cat tak dikehendaki, kacamu amat sering retak-retak kena lemparan batu orang-orang yang berjiwa kanak-kanak, benda tajam pun menyayat tempat duduk yang kau perindah demi kenyamanan penumpang, lebih parah lagi masinis yang mengendalikanmu terpaksa kehilangan mata kena lemparan batu.

Meskipun telah berguna (aku enggan menyebutmu ”berjasa”), amat banyak hujatan kau terima. Para insan yang terlibat langsung pada perkeretaapian, sudah habis akal bagaimana menjelaskan duduk perkaranya bila terjadi petaka. Apabila ada ”perkara” dengan kereta api, maka kesalahan hampir selalu dialamatkan pada kereta api, kurang inilah, kurang itulah, salah urus inilah, salah urus itulah, semua ke alamat kereta api. Bus ”menghajar” kereta api pun yang disalahkan sang kereta api, bukan sopir bus yang sembrono dan ugal-ugalan. Sasaran umpatan kepada alamat kereta api: mengapa perlintasan tidak dijaga, mengapa tidak ada pintu lintasan, mengapa kereta api tidak direm, mengapa begitu, mengapa begini, dan sebagainya, dan sebagainya.

Insan perkeretaapian rasanya sudah geram berat, dengan segala lemparan kesalahan yang menimpa perkeretaapian kita, sementara derita yang dialami kereta api beserta insan perkeretaapian kita rupanya tak begitu digubris oleh masyarakat. Pengguna jasa menuntut kereta api harus bersih, tempat duduk harus nyaman, peturasan harus terawat, pintu harus bisa dibuka tutup lancar, penumpang harus tidak berdesak-desak seperti pindang, manajemen harus dibenahi, dan masih sederet tuntutan yang semuanya tidak salah. Pertanyaannya, benarkah begitu? Tidak salah, tetapi bisa tidak benar. Cobalah ditelusuri, siapa yang mengganjal pintu otomatis, siapa yang membawa pulang kran peturasan, bonek itu siapa, siapa yang ----- macam-macam lagi.

Upayamu bersaing dengan Cipularang, terhalang oleh jalan rel yang memang kurang. Tak mungkin engkau memacu diri pada rel yang berliku-liku di dataran tinggi. Upaya membangun rel ganda ternyata ketinggalan oleh pembangunan jalan raya. Kebijakan pembangunan sistem perangkutan belum berpihak kepadamu. Gagasan, analisis, dan rencana cukup banyak di halaman kertas dan lama di dalam lemari, sampai kini belum membumi.

Rel tempatmu melaju sudah uzur, rodamu yang membawamu lari sudah aus, engkau selalu dipacu tetapi kurang jamu (baca: perawatan), pemilikmu (baca: rakyat) hanya pandai menuntut hak kurang paham kewajiban, stasiun tempatmu mengaso sambil menaikturunkan penumpang tentu tak nyaman bagimu, karena siapa pun bisa menginjak pintumu dan masuk ke perutmu. Kini, engkau telah lelah meskipun usiamu baru 39 tahun belum tua dibandingkan dengan rekanmu di negara lain. Terima kasih KA Parahyangan.

Kututup terima kasihku padamu untuk mengenangmu KA Parahyangan, dengan bersenandung bait kedua lagu Kereta Api (kebetulan masih ku- ingat):

Cepat keretaku jalan, tut, tut, tuuuuut; baaaaanyak penumpang turut.

Keretakuuuuu sudah sudah penat; jalan pun sudah mulai payaaaaah.

Di sini ia ‘kan berhentiiiii, akan melepaskan lelaaaaah
.

Selamat tidur KA Parahyangan, sayangku, suatu saat bangunlah, semoga adikmu KA Argo Gede masih mampu ulang alik Bandung-Jakarta, minim derita sembari menunggu rel ganda menjadi nyata.***

Penulis, pemerhati angkutan dan lalu lintas.


Yang menjadi perhatian adalah bait lagu yang diberi italic di atas. Iya ya, Ambu juga baru inget kalau ada bait kedua dari lagu itu, yang sangat jarang dinyanyikan. Dan ... pas banget dengan keadaan Parahyangan. Berhenti. Melepas lelah. Moga saja suatu ketika bisa dibangunkan lagi T_T

Daaaan, kapan ya Ambu bisa naik ini:


Megaprojek Kereta Api Haramain (1)
Arab Saudi Bangun Jaringan Kereta Api Senilai Rp 21 Triliun


Para jemaah haji tahun 2012 insya Allah akan merasakan nikmatnya naik Kereta Api Haramain (dua tanah suci). Jaringan rel kereta api modern itu akan terbentang dari Jeddah ke Madinah ke Mekah. Pada musim haji di Mekah, kereta akan melayani rute Arafah-Mudzalifah-Mina. Dengan adanya kereta itu, kemacetan yang biasa terjadi di kawasan ini sejak 8 Zulhijah (hari tarwiyah) hingga 13 Zulhijah (nafar tsani) akan teratasi.

Selama ini, dari Mekah jemaah haji biasanya langsung ke Arafah atau menginap (mabit) dulu di Mina pada 8 Zulhijah, menggunakan bus secara taraduddi (shuttle) atau ”tunda karayap”. Kegiatan antar-jemput kadang-kadang menimbulkan keterlambatan akibat macet di perjalanan pulang dan pergi.

Peletakan batu pertama pembangunan megaprojek jaringan kereta-api tersebut telah dimulai sejak 10 Maret 2009, seusai musim haji 2008. Sekarang sudah mulai pemasangan tiang-tiang pancang. Para jemaah umrah tahun 2010, yang berziarah ke Masya`ir Muqaddasah (Arafah, Mudzalifah, Mina), sudah dapat menyaksikan tiang-tiang yang akan mulai dipasangi rel tahun ini juga, hingga selesai pertengahan 2012.

Oleh karena itu, para calon jemaah haji Indonesia yang mendapat daftar tunggu hingga 2012 perlu bersyukur. Pasalnya, merekalah yang akan pertama kali naik kereta-api dari Mekah ke Arafah atau Mina dengan mengenakan kain ihram. Mereka akan menempuh perjalanan sekitar dua puluh menitan tanpa harus berdesak-desakkan di atas bus yang kadang-kadang tersesat. Maklum, sopirnya sopir tembak yang tak tahu lapangan dan dibimbing oleh mursyid (penunjuk jalan) yang sama tidak tahunya. Tak heran kalau ada jemaah dari Mekah yang berangkat pukul 17.00 waktu setempat, baru tiba di Arafah lewat tengah malam.

Menurut Arab News dan kantor berita Arabi Saudi, SPA, megaprojek jaringan kereta api senilai 6,79 miliar riyal Saudi (Rp 21 triliun) itu, pada tahap awal akan mengutamakan kawasan Masya`ir Muqaddasah berkaitan dengan pelayanan ibadah haji. Sesuai dengan perintah raja yang bergelar Khadimul Haramain (Pelayan Dua Tanah Suci). Tahap selanjutnya menuntaskan jaringan antarkota, dimulai dari Jeddah-Mekah-Madinah.

Pembangunan digarap konsorsium yang melibatkan kontraktor-kontraktor Al Arab dan delapan belas perusahaan Cina. Penyediaan baja rel dipercayakan kepada pabrik baja lokal Ar Raji yang sudah berpengalaman memasok besi dan baja untuk projek-projek infrastruktur di seluruh Arabi Saudi.

Menteri Keuangan Arabi Saudi Dr. Ibrahim Al Assaf dan Menteri Transportasi Dr. Jabari as Seraisry, menerangkan kepada pers, kereta api yang akan dipergunakan kelak adalah model TGV Prancis, yang mampu melaju dengan kecepatan 320 km/jam. Dengan demikian, dari Bandara King Abdul Aziz ke Mekah hanya perlu waktu dua puluh menit.

Sementara perjalanan Jeddah-Madinah atau Madinah-Mekah, yang berjarak sekitar 450 km, hanya satu jam setengah. Bandingkan dengan naik bus, Jeddah-Madinah dapat ditempuh rata-rata 1-2 jam. Jeddah-Madinah dan Mekah-Madinah rata-rata lima jam.

Tentu saja ada yang hilang dari pengalaman para jemaah haji, jika transportasi kereta api sudah diberlakukan, yaitu pemandangan sepanjang perjalanan berjam-jam dari Mekah-Madinah, Jeddah-Madinah, dan sebaliknya. Hamparan padang pasir, gunung-gunung batu, perkemahan kaum Baduwi dengan ratusan unta dan kambing di sekitarnya. Lalu lembah-lembah gersang yang membentuk sungai yang disebut wahah, serta oase-oase sejuk rimbun di wadi (sungai atau sumur penuh air).

Pemandangan yang berharga untuk muhasabah (introspeksi), merenung mengenai kondisi tanah air yang mulai gundul. Kehilangan hutan akibat pembalakan liar yang sulit diatasi dan terus berlarut-larut. Jika Indonesia berubah menjadi padang pasir seperti Arab Saudi, bagaimana? Ya, tentu jatuh miskin semiskin-miskinnya.

Arab Saudi tak punya pohon dan hutan andalan. Akan tetapi, di bawah bumi mereka terhampar jutaan barel minyak bumi, gas, dan mineral lainnya yang tak akan habis hingga 300-500 tahun ke depan. Bahkan, Robert Lacey, penulis The Kingdom of Petro Dollars (1979) menyatakan, kekayaan bawah tanah Kerajaan Arab Saudi semakin digali semakin bertambah jumlahnya. Itu dihubungkan dengan penemuan sumur-sumur minyak baru dan mineral-mineral berharga lain.

Dana 6,79 milar riyal Saudi tak berarti apa-apa dibandingkan dengan kekayaan Arab Saudi yang sudah tergali dan termanfaatkan untuk pembangunan yang dapat dinikmati semua pihak. Sebagai Khadimul Haramain, Raja Arab Saudi, sejak Ibnu Saud (pendiri Dinasti Saudi Arabia) hingga Raja Abdullah sekarang, sangat bermurah hati mengeluarkan dana demi kepentingan para penghuni, pengunjung, dan jemaah Tanah Suci, Apalagi, pada musim haji, menyambut ”Duyufur Rahman” (tamu Allah) benar-benar harus sempurna di segala bidang. Termasuk kelancaran transportasi yang segera terwujud dalam jaringan kereta api modern yang nyaman dan cepat. (H. Usep Romli H.M.)***

Friday, April 16, 2010

Mortal Instruments: City of Bones


Mortal Instruments: City of Bones
Cassandra Clare
Penerbit Ufuk, Februari 2010
661 hlm

Sekitar tahun 2001-2002 di dunia internet—khususnya pecinta fanfiction Harry Potter—nama Cassandra Claire sangat terkenal dengan karyanya Draco Trilogy: Draco Dormiens, Draco Sinister, dan Draco Veritas. Ambu tidak begitu mengikuti, tulisan itu kemudian tersangkut tuduhan plagiat, dan ditarik dari Fanfiction.net. Bahkan juga kemudian dari FictionAlley.org. Selanjutnya, jika kita mencari file-nya, hanya ada dalam pertukaran jalur pribadi.

Beberapa tahun berlalu, dan sekarang Cassandra Clare (perhatikan perubahan nama akhirnya) muncul lagi dengan original fic, buku fantasinya sendiri. Serial Mortal Instruments yang bersusulan dengan serial Infernal Devices.

Karena Ambu penggemar Harry Potter, juga penggemar fanfic, tentu saja buku ini Ambu tunggu-tunggu. Seperti menunggu episode baru dari fanficnya, hanya saja ini berbentuk original fiction.

Dan, tak bisa disangkal, saat Ambu membaca, pikiran dipenuhi stereotype: akankah tulisannya dipengaruhi Harry Potter? Setiap detil, selalu dibandingkan dengan Harry Potter. Madam Dorothea, langsung teringat Arabella Figgs. Kucing Church teringat Crookshanks. Hodge plus Hugo teringat Dumbledore dengan Fawkes. Hening Bersaudara, seperti memakai Legilimens. Portal berfungsi seperti Portkey. Idris ternyata tidak terpetakan. Dan Clary persis seperti Harry: ceroboh dan impulsif. Hei, mereka ber-rima: Clary dan Harry! *dijitak*

Walau ternyata ada yang membuat Ambu teringat akan buku/film lain: Sensor membuat Ambu teringat EMF-meter-nya Winchester bersaudara di Supernatural; Luke membuat persembunyiannya di toko buku, persis Will dalam film Traveler; Suluh Sihir seperti Leontin Galadriel dalam LotR.
*udah! Jangan ngebanding-bandingin aja!* hihi!

Ceritanya lancar, dan untunglah terjemahannya juga cukup baik. Hanya ada beberapa typo—seharusnya tidak ada dalam kelas buku terbitan sih. Jadi seperti membaca fanfic XD

Seperti biasa cerita fantasi: ada makhluk-makhluk selain manusia: Nephilim, peri, warlock. Tidak sengaja Clary ternyata bisa melihat makhluk-makhluk itu. Manusia biasa, disebut Fana, tidak bisa melihat mereka jika mereka tidak ingin dilihat, tapi Clary bisa. Clary kemudian terlibat dalam pertempuran antara Pemburu Bayangan, apalagi setelah ibunya diculik. Seru!
Sudah diduga, karena buku ini berseri, endingnya cliffhanger. Tentu saja. Dengan setting yang dibangun, akan bisa dibuat banyak sekali buku, akan banyak plot yang bisa disusun. Dalam web-nya, http://www.cassandraclare.com ada 4 buku dalam seri Mortal Instruments, dan masih ada lagi sambungannya, Infernal Devices. Bahkan ada cara membacanya: 3 buku pertama dari Mortal Instruments, buku pertama dari Infernal Devices, lalu buku keempat dari Mortal Instruments. Hiyya! Ayo Penerbit Ufuk, terjemahkan cepat-cepat ya!

Satu lagi, beda generasi antara JKR dengan CC, membuat mereka berbeda dalam menyajikan topik masa kini. Dalam hal ini, topik gay. JKR seperti serba salah, dalam karya ia tidak menyajikannya, tapi ujug-ujug di luar itu ia menyatakan Dumbledore gay. Tentu saja heboh. Sedang CC menyajikannya terang-terangan dalam bukunya, kecurigaan Clary akan satu tokohnya yang punya orientasi yang beda, gejala-gejalanya. Mungkin karena Ambu terlalu lama bergaul dengan fujoshi di FFN—:P—, jadi dari awal sudah bisa menebak, dan ternyata di bagian agak akhir, Clary menanyakannya juga XDD

OK, jadi sekarang menunggu buku 2!

Thursday, April 15, 2010

Masih Totto-Chan yang dulu

... sudah lebih dari setahun Ambu nggak menulis di sini :P

Oke. Berapa di antara pembaca yang belum pernah baca Totto-chan: Gadis Kecil di Jendela?



Yang sudah pernah baca, kebanyakan jadi mupeng, pengen sekolah di gerbong itu, pengen jadwal pelajaran yang fleksibel gitu, dan sejuta pengen lainnya.

Tapi kali ini, Totto-chan sudah besar (telat sih, bukunya terbit 1997 di Jepang, hello! Kita ke mana aja selama ini, baru diterjemahkan tahun 2010?) sudah menjadi artis kenamaan, dan punya pekerjaan sampingan yang sama sekali tidak bisa dikesampingkan: Duta Kemanusiaan untuk UNICEF (1984-1997). Kesan-kesannya dijadikan buku juga: Anak-Anak Totto-chan: Perjalanan Kemanusiaan untuk Anak-Anak Dunia



Memang jarak antara kejadian, buku ini ditulis, dengan buku ini diterjemahkan, cukup jauh, tapi rasanya semua isinya tak bisa jadi out of date. Sampai saat ini, masih saja ada kejadian-kejadian yang seperti itu, yang bikin kita miris.

Seperti, baca bagian pertama, sebuah sajak untuk prolog, yang di antaranya langsung aja 'deg'! Baru nyadar!

Anak-Anak Afrika Yang Tak Pernah Melihat Gajah

... padahal awalnya kami membayangkan
Anak-anak Afrika akan membuat gambar yang hidup
Gambar-gambar gajah, jerapah dan zebra
Tapi, bahkan di Afrika, binatang-binatang
Hanya mendiami daerah tertentu
Yang secara khusus dilindungi
Anak-anak yang tinggal di daerah itu
Mungkin tahu tentang binatang-binatang tersebut
Tapi bagi sebagian besar anak-anak
Tidak ada kebun binatang, tidak ada televisi
Dan tidak ada buku gambar
Jadi meskipun mereka tinggal di Afrika
Mereka tak tahu apa-apa tentang
binatang-binatang di benua itu
Namun anak-anak Jepang
Meskipun tinggal sangat jauh
Akan dengan mudahnya menggambar gajah
Dan mereka tahu zebra itu seperti apa
Akankah semua anak Afrika ini
Hidup sepanjang hidup mereka, lalu mati
Tanpa pernah tahu tentang binatang-binatang Afrika?



Ironi. Bener-bener 'jleb', nancep dalem banget. Rasanya anak-anakku dari bayi udah diajarin 'gajah', diajarin 'jerapah'--keponakanku malah dari bayi punya kaos gambar gajah yang cuci-kering-pakai-cuci-kering-pakai, kaos kesayangan XD

Sementara anak-anak Afrika ini, yang hidup relatif dekat dibanding anak-anak kita, jusrtu tidak pernah tahu akan binatang-binatang itu. Hanya karena mereka tidak pernah melihat, karena mereka tidak cukup punya kekuatan untuk pergi melihatnya, karena mereka bahkan tidak punya fasilitas untuk melihatnya bahkan tanpa menyentuhnya (ei: buku/majalah, film/TV, seperti anak-anak kita yang normal). Untuk makan saja tidak bisa, jangankan untuk pergi melihat binatang itu ke tempatnya, jangankan untuk melihat binatang itu di majalah, jangankan untuk melihat binatang itu di TV.

Miris.

Bersyukurlah karena anak-anak kita tidak termasuk mereka. Dan mudah-mudahan kita bisa mendidik mereka untuk bersyukur ...

Baca buku ini, walau berulang kali, teuteup saja mata basah. Satu yang pasti menyedihkan:

Anak-Anak Dijadikan Target Dalam Perang Bosnia-Herzegovina

... segera setelah pertempuran berakhir
Orang-orang kembali ke rumah mereka
Seorang gadis kecil pergi ke kamarnya
Langsung mengambil boneka kesayangannya
"Maaf aku tidak bisa membawamu bersamaku
Terima kasih sudah menunggu," mungkin begitu katanya
Mengambil mainannya untuk dipeluk
Saat itulah bom meledak
Lalu membunuh anak itu



Masya Allah! Sampai kepikiran begitu ya, menyimpan ranjau di mainan anak-anak. Benda yang tak akan dihindari, malah akan didekati, dipeluk, dan ... BUM! Benda-benda yang disimpan ranjau di dalamnya, seperti cone eskrim, coklat paskah, dus jus jeruk, jelas saja anak-anak akan mendekati. SIAPA SIH YANG PUNYA IDE IBLIS SEPERTI INI? Masya Allah ...

Baca buku ini memang perlu tisu, dan bukan hanya sekali, tapi tiap kali baca. *peyuk-peyuk Totto-chan* dia bahkan tahun 2009 kemarin mendapat plakat 25 tahun mengabdi di UNICEF sebagai Goodwill Ambassador. Mau tahu gajinya? Gajinya sebagai Goodwill Ambassador itu satu dollar sebulan *nyengir*