Hari Minggu yang lalu, Abah ada acara di Cirebon. Dia pergi dengan rekan-rekan sekerjanya. Hari itu, atasan Abah, pak Ade, punya hajatan. Hmm, bukan pak Ade sendiri sih, dia cuma ‘turut mengundang’. Tapi, pokoknya hari itu ada pak Ade beserta keluarganya. Pak Ade punya tiga anak, dua perempuan, dan yang bungsu laki-laki, Akbar. Kira-kira seumur Diva, 8 tahun.
Hari itu Abah pulang sekitar jam 7 malem. Dan kaya’nya pak Ade juga pulang sekitar jam segituan. Menurut cerita, Akbar badannya trus anget. Kejadian yang biasa, apalagi Akbar memang ririwit, mudah sakit. Daffa juga sering anget kalau abis pulang dari bepergian jauh. Jadi malem itu Akbar dikasih obat turun panas, seperti biasa. Dan seperti biasa, seperti juga Abah, kalau anak laki-lakinya sakit, suka jadi nggak bisa tidur.
Pak Ade malem itu juga nggak bisa tidur. Akbar sendiri nggak lelap tidurnya. Trus, sekitar pukul 2 pagi, dia muntah. Habis muntah, trus dia tidur lelap. Tenang, gitu. Pak Ade sendiri, udah mah dia pulang dari luar kota, trus nggak bisa tidur nungguin yang sakit, begitu Akbar tidur tenang, dia sendiri langsung lelap.
Jam 4 subuh tiba-tiba pak Ade bangun –bhs Sunda: lilir—dan mendapati kalau Akbar itu sudah kejang-kejang. Panik, langsung dibawa ke rumah sakit. Dan sampai siang Akbar nggak bangun-bangun..
Di rumah sakit diperiksa. Antara lain di-CTScan. Ketahuan kalau dia mengalami pendarahan di otak, plus ada darah juga di lambung.
Yang menjadi pertanyaan, penyakit apa sebenarnya ini?
Sampai hari ini Akbar masih belum sadar. Meski angka kesadarannya naik, jadi 7 dari skala 15, kalau diperiksa dari pupil mata misalnya, dia masih belum memberi reaksi. Tapi kalau diajak ngomong sama pak Ade, Akbar terlihat bereaksi. Ditanya, ‘Akbar sakit?’ ada air mata di sudut matanya. Ditanya ‘Akbar mau dibeliin handphone baru’ seolah dia mengangguk. Pak Ade mengajak bercanda –meski kurasa dalam hatinya pasti teriris-iris—sudut mulutnya membentuk senyum kecil.
Dokternya mendiagnosa meningitis. Aneurysma. Penyakit yang sama yang kuderita hampir 2 tahun yang lalu. Tepat 23 April dua tahun lalu… Tetapi, yang tidak bisa kumengerti, dan konon dokternya juga masih belum mengerti, pertama, kenapa pembuluh darah di otak bisa pecah? Biasanya penyebab kejang dan kemudian tak sadar itu adalah tekanan cairan dalam otak. Jadi bukan karena darah. Kalau sudah parah, baru mungkin pembuluh darah bisa pecah… dan itu tentu saja didahului dengan tekanan cairan itu. Kalau sakit kepala yang diakibatkan tekanan cairan itu sudah tak tertahankan, cairannya semakin banyak, biasanya air suka meleber, dan akibatnya si pasien koma. Biasanya begitu rentetannya.
Jadi seharusnya yang ada dalam otak itu adalah cairan, bukan darah…
Kedua, kenapa ada darah di lambung? Apa yang menyebabkan di lambung jadi ada darah seperti itu? Seperti ada pembuluh yang pecah di sekitarnya, atau di jaringannya, seperti di tenggorokan atau sejenisnya.
Hari Senin itu di rumah jug ada yang sakit, Devina badannya agak anget. Tadinya cuma mau dikasih obat penurun panas biasa, tapi Abah berkeras bawa ke dokter. Selain jadi agak was-was, ada kejadian pada Akbar, juga ingin cari tahu lebih jauh, tanya-tanya sama dokter anakku.
Second opinion kan boleh, ya? Kalau menurut dokter anakku, ada kemungkinan Demam Berdarah. DB ini kan bisa saja nggak keluar anget berhari-hari begitu, tapi sehari langsung ‘berdarah’. DB sekarang banyak macamnya, katanya, udah mah nggak ada tanda-tandanya seperti nggak ada bercak-bercak di kulit, dll dan bisa langsung shock/renjatan begini. Dan yang kena adalah pembuluh darah di otak. Memang ada kemungkinan benar, soalnya Akbar ini punya penyakit sinusitis, jadi mungkin aja pembuluh darah di otak dan sekitar hidung itu rentan, jadi kalau sampai ada renjatan dalam DB mungkin pembuluh darah di daerah itu yang kena duluan.
Tapi, lagi-lagi keheranannya sama seperti dokter pertama. Kenapa di lambung bisa ada darah?
Jadi ngeri.
Soalnya, kalau seperti ini, berarti setiap anak bisa kena, dan setiap saat, dan dokternya nggak nemu penyakitnya..
Dan juga jadi bersyukur. Daffa batuk udah sebulan nggak sembuh-sembuh, nggak apa-apalah. Nggak apa-apa harus dibawa bolak-balik ke dokter, ke tusuk jarum, ke pijat refleksi. Nggak apa-apa marah-marah dikit karena Daffa nyuri-nyuri makan permen, asal sesudahnya masih bisa memeluknya sepuas hati. Biarin Daffanya marah-marah karena ‘si Ambu mah meluk keras banget sampai nggak bisa bernafas’…
Biasanya orang suka lebih menghargai apa-apa yang dia punya setelah melihat orang lain kehilangan, atau dia sendiri hampir kehilangan…
Kemarin malam, setelah Abah pulang kantor, trus langsung ke pak Agus, akupunturis. Konsultasi soal ini, soalnya kali-kali aja bisa menolong. Lha, Ambu aja yang tadinya mesti dioperasi, jadi nggak jadi.. Tadi malem katanya pak Agus sehabis praktek akan langsung ke rumah sakit untuk melihat langsung keadaan pasien. Ya, hasilnya belum tahu, nanti sore kali kalau Abah pulang bawa kabar terbaru..
Mudah-mudahan kabar baik…
Hpff…
*****
Trus jadi pengen ngobrolin soal dokter. Dokter ahli dalam-ku masih muda. Empat tahun di atas Abah. Tapi ramah banget. Padahal kesibukannya .. wuih, jangan ditanya.
Tapi dia tidak berkeberatan ditanya-tanya di luar jam praktek. Malah dia ngasih nomer HP. Dia memang ahli peyakit dalam, dan dia sedang mendalami masalah dokter keluarga. Dia menganjurkan, agar sekeluarga punya satu dokter yang bisa ditanyai segala macem. Malah kalau ke dokter itu bukan saat sakit aja. Jadi, dokter itu juga tempat bertanya kalau kita punya segala masalah kesehatan (kalau masalah keuangan mah buka dokter tapi pegadaian, hihi) jadi dia yang punya segala catatan kesehatan kita, misalnya, apakah si A alergi bulu kucing, apakah si B nggak bisa minum obat sulfa, bahwa si C itu pernah operasi amandel, dsb.
Satu lagi yang sukarela ditanyain adalah dokter anakku. Pernah tahu ada anak yang mencoba bunuh diri gara-gara mesti bawa uang 2.500 tapi ibunya nggak ngasih? Nah, si anak ini kan terus dibawa ke RSHS Bandung. Dan yang menanganinya adalah dokter anakku ini. Dulu sampai si anak (namanya Heryanto kalau nggak salah) sampai dikunjungi oleh Sophia Latjuba segala, dan dokter anakku masuk tipi deh… hihi.
Dokterku ini juga dokternya adik iparku (maksudku adik ipar dari adik iparku, hihi, binun ya?). Adik iparku ini baru punya anak satu. Suatu saat anaknya panas, sampai 40°, pada jam 2 malam. Panik, dia bawa anaknya ke rumah sakit (sampai dia lupa pakai kerudung, dia cuma pakai daster, malah lupa pakai sendal-sendal acan..) dan menelepon dokternya. Eh, dokter itu dengan tenang menjawab, nyuruh calm down, dan nggak lama kemudian dia datang ke rumah sakit, lalu meriksa. Seperti kejadian itu terjadi di siang hari aja… Waktu adik iparku udah tenang, anaknya udah turun panasnya, baru dia sadar bahwa dia nggak pakai kerudung, bahwa dia nggak pakai sendal-sendal acan (dua-duanya itu, suami istri, hihi), dan bahwa dia baru aja nelepon dokter di tengah malam dan dokternya belaga seolah itu siang hari… Siang harinya adik iparku itu nelepon dokter dan berterima kasih sekaligus minta maaf karena mengganggu tengah malam. Si dokter dengan ketawa cuma bilang ‘ah, itu mah biasa…’.
Ambu bisa ngeliat bahwa masih banyak dokter yang punya hati seorang dokter, jiwa seorang dokter. *scroll ke atas* juga termasuk akupunturis. Jiwanya memang benar-benar Healer. Bukan memilih pekerjaan demi uang aja, bahwa dokter atau akupunturis itu bisa mendatangkan uang dalam jumlah yang banyak…
*****
Persib kenapa, huwaaaaaa!
Hiks, hiks, …
Hehe..
Udah ah, besok lagi nulis sambungannya..