Surat dari Alam Arwah
Abdul Rahman Saleh
Hakim, Jaksa dan Polisi
yang kami hormati
Namaku Eddy
umurku dua puluh tahun
aku mati
karena addiksi
Atau aku ini Tuty
cantik dan seksi
delapan belas tahun
ketika heroina
menggiring aku
ke liang fana
Atau aku berjuta
generasi muda mati sia-sia
mengejar mimpi
di telikung kokaina
di jalan-jalan Jakarta
di tempat-tempat lain
kota-kota kita
lorong-lorong khayali
Ibu dan bapak serta teman kami
masih menangisi nasib
apa yang menghantar
kami ke kubur abadi
Rasanya baru kemarin
bapak dan ibu memomong
mencium kening kami
ketika bangun pagi hari
dan merenung
ketika mereka tua
ada tangan-tangan kekar putra-putrinya
membimbing kakinya
menyeberang jalan atau
pergi ke Mekkah
Tapi sekarang kami di sini
di kuburan dangkal dalam nasib tak pasti
karena overdosis
dan addiksi
Orang tua kami menyesali diri
berkali-kali memukuli tembok
dan ratapan hati
dosa apa Tuhan
menghancurkan keluarga kami
padahal sebenarnya
kami menghukum diri kami sendiri
Bapak, ibu hakim, jaksa dan polisi
atas dasar hak moralitas apa
anda semua masih saja
yang membebaskan para pengedar
bandar dan musuh generasi muda?
Tidakkah bapak-ibu, takut
pada balasan Tuhan
putra-putri bapak ibu
jadi korban penyalahgunaan
dan mati di wc-wc umum
dan di jalan-jalan
Kebahagiaan dunia maya
harta tak halal
yang bapak-ibu terima
tak ada artinya
dibanding nasib berjuta
generasi muda
di libas narkotika
Siapa tahu
nanti akan ada
anak cucu bapak ibu juga
Atas dasar logika mana
anda semua
masih saja
bermain mata membalik-balik kata
serta pasal-pasal
dari bandar ke pengedar
dari pemakai berubah menjadi korban
Seorang pengedar hari ini
akan jadi predator
jutaan anak bangsa
dan ratusan ribu
keluarga Indonesia
Surat ini ditulis dari balik kuburan
alam arwah yang gelap dan nestapa
dari Eddy, Tuty, Rini, generasi muda Indonesia
yang terlanjur binasa
Bapak Ibu Hakim, polisi dan Jaksa
semoga anda semua
masih dapat kesempatan kedua
sedang kami sekarang
bisa didekap sia-sia
hanya surat yang bicara bersuara
memanggil-manggil
kesadaran kita semua
*****
Abdul Rahman Saleh, Jaksa Agung RI
Karya ini dibacakan 24 Juni 2006 malam di Bundaran Hotel Indonesia Jakarta, dalam rangka Hari Antimadat Sedunia. Dimuat di harian Media Indonesia 25 Juni 2006
Hakim, Jaksa dan Polisi
yang kami hormati
Namaku Eddy
umurku dua puluh tahun
aku mati
karena addiksi
Atau aku ini Tuty
cantik dan seksi
delapan belas tahun
ketika heroina
menggiring aku
ke liang fana
Atau aku berjuta
generasi muda mati sia-sia
mengejar mimpi
di telikung kokaina
di jalan-jalan Jakarta
di tempat-tempat lain
kota-kota kita
lorong-lorong khayali
Ibu dan bapak serta teman kami
masih menangisi nasib
apa yang menghantar
kami ke kubur abadi
Rasanya baru kemarin
bapak dan ibu memomong
mencium kening kami
ketika bangun pagi hari
dan merenung
ketika mereka tua
ada tangan-tangan kekar putra-putrinya
membimbing kakinya
menyeberang jalan atau
pergi ke Mekkah
Tapi sekarang kami di sini
di kuburan dangkal dalam nasib tak pasti
karena overdosis
dan addiksi
Orang tua kami menyesali diri
berkali-kali memukuli tembok
dan ratapan hati
dosa apa Tuhan
menghancurkan keluarga kami
padahal sebenarnya
kami menghukum diri kami sendiri
Bapak, ibu hakim, jaksa dan polisi
atas dasar hak moralitas apa
anda semua masih saja
yang membebaskan para pengedar
bandar dan musuh generasi muda?
Tidakkah bapak-ibu, takut
pada balasan Tuhan
putra-putri bapak ibu
jadi korban penyalahgunaan
dan mati di wc-wc umum
dan di jalan-jalan
Kebahagiaan dunia maya
harta tak halal
yang bapak-ibu terima
tak ada artinya
dibanding nasib berjuta
generasi muda
di libas narkotika
Siapa tahu
nanti akan ada
anak cucu bapak ibu juga
Atas dasar logika mana
anda semua
masih saja
bermain mata membalik-balik kata
serta pasal-pasal
dari bandar ke pengedar
dari pemakai berubah menjadi korban
Seorang pengedar hari ini
akan jadi predator
jutaan anak bangsa
dan ratusan ribu
keluarga Indonesia
Surat ini ditulis dari balik kuburan
alam arwah yang gelap dan nestapa
dari Eddy, Tuty, Rini, generasi muda Indonesia
yang terlanjur binasa
Bapak Ibu Hakim, polisi dan Jaksa
semoga anda semua
masih dapat kesempatan kedua
sedang kami sekarang
bisa didekap sia-sia
hanya surat yang bicara bersuara
memanggil-manggil
kesadaran kita semua
*****
Abdul Rahman Saleh, Jaksa Agung RI
Karya ini dibacakan 24 Juni 2006 malam di Bundaran Hotel Indonesia Jakarta, dalam rangka Hari Antimadat Sedunia. Dimuat di harian Media Indonesia 25 Juni 2006