Hujan Es
Trus, Abah teriak, 'hujan es! hujan es!'
Ah, hujan es sih biasa. Cuek aja beresin cuci piring.
Tapi ... setelah 15 menit, itu suara pletak-pletok di atas genting terus aja bunyi. Karena cuci piring udah selesai, jadi aja keluar.
Masya Allah, itu es terus-terusan. Diitung kali aja setengah jam. Kasian taneman yang berdaun lebat, sampai bolong-bolong gitu. Daun sirih ... sampai udara berbau sirih.
Dan ... Ambu ambil gambar sebagian. Jadi, serasa di Eropa
*lirik Jo*
*betot Herda yang masih di Ciwalk waktu itu, liatin tumpukan es di belakang rumah:
Baru sedikit. Kelihatan nggak, jatuhan-jatuhan es-nya?
Tumpukan es di pojokan. Setelah hujannya selesai, Diva dan Daffa ngambil beberapa di atas piring (mau dikasih es kali ya, dibikin es campur) dan ternyata es-es itu sudah kena cat tembok. Tembok seperti yang kena lemparan yang kuat gitu...
Kontras gitu ya? Hijau dan putih...
Ini yang di depan rumah
Kepala Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Bandung Hendri Subakti menyebutkan, fenomena hujan es ini merupakan bagian dari masa pancaroba menuju musim kemarau, yang terjadi sejak Maret. "Masa ini ditandai dengan beberapa fenomena alam yang tidak biasa atau ekstrem, seperti angin puting beliung dan hujan es," ujarnya.Jadi inget cerita Laura Ingalls-Wilder, di mana tumbuhan mati semua karena es di awal musim semi ... Sedih juga ngeliat taneman bedaun lebar pada sobek-sobek daunnya...
Hujan es, menurut Hendri, muncul akibat daya angkat di awan Cumulus nimbus lebih besar dari hari biasa. "Uap air yang terkondensasi tidak lantas jatuh, tetapi terangkat. Akibat suhu yang mencapai minus derajat Celsius, tetes-tetes air mengkristal," ujar Hendri menjelaskan.
*****